Selasa, 01 Februari 2011

PERJALANAN SANG GURU BESAR 4

PENERUS SANG PANEMBAHAN :  
(Radenmas.IMAM SUDJONO-Cokrobumi anumerto)

Padepokan djugo sekarang tidak sunyi lagi,setiap hari berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus orang selalu datang yang jauh mau pun yang dekat,sama-sama datang meminta obat ataupun keberkah pangestu dari sang guru.Banyak juga yang datang ingin menjadi muridnya,ingin selalu dekat sang guru dengan harapan dapat menimba ilmu dan pelajaran dari sang guru.
Diantara kerumunan orang yang datang,ada seseorang yang berasal dari Bojonegoro,yang bernama Raden prawirosastro,ia seorang pegawai jawatan telpon di daerah Malang.Ia sering mendengar namanya sang guru yang harum, karena setiap kali ia memeriksa kabel-kabel telpon di sepanjang jalan sering mendengar orang-orang membicarakan sang panembahan,mau yang menuju pulang atau pun yang mau menuju ke padepokan djugo dan ceritanya pun beragam dari yang meminta obat ataupun keberkahaan,karena keseringan mendengar rumor tersebut makanya ia pun memutuskan ingin berjumpa dengan sang panembahan.
Ketika bertemu dengan sang guru,raden prawiro teringat kejadian waktu yang lalu,ketika ia belum dewasa di bojonegoro pernah terjangkit wabah penyakit kolera,di tengah perjalanannya ia bertemu dengan seorang kakek tua yang mengatakan kepadanya bahwa ia tidak usah takut,karena wabah penyakit itu tidak akan lama lagi akan musnah.Dan ternyata benar ucapan kakek tua itu, wabah penyakit itu musnah udara di sana pun kembali bersih.
Ia terus berpikir dan mengingat-ingat, rasanya sang panembahan ini adalah seorang kakek tua yang pernah di jumpainya sewaktu kecil,dan sekarang beliau ada di hadapannya.Setelah mengingatnya tanpa pikir lagi raden prawiro langsung sujud di hadapan sang panembahan,lalu berkata;"Kyai...izinkan saya menjadi muridmu"ucapnya sambil bersujud,lalu sang guru menjawab; "Orang yang masih punya kewajiban tidak boleh meninggalkan kewajibannya,walaupun untuk menuntut ilmu"Ucapnya penuh bijaksana.
Lantaran sudah mendengarkan nasehat dari sang panembahan,maka raden prawiro pun pulang,tetapi setelah pulang ke rumah pun ia masih terus teringat dan tidak dapat melupakan sang panembahan,maka di setiap ada waktu ia selalu menyempatkan diri menemui sang panembahan,dua atau tiga hari sekali ia selalu datang ke padepokan djugo.Karenanya sering mendengarkan wejangan-wejangan dari sang guru,ia pun memutuskan berhenti bekerja dan mengikuti sang guru dan menetap di padepokannya,setelah merasa kewajibannya sudah tidak ada lagi,dia pun memberanikan diri bicara kepada sang guru,ia berkata;"Kyai..sekarang kewajiban saya sudah tidak ada,dan sekarang saya ingin mengikutimu kyai,kemana pun kyai akan pergi"Ucapnya memohon kepada sang panembahan,lantas sang panembahan menjawab; "kamu tidak bisa untuk tinggal disini nang...jika kamu terus memaksa dan mengikuti keinginanmu?..pergilah kau mengembara mencari guru dan belajar dimana-mana,,NGANGSUH BANYU PIKULAN WARIH,OBOR HANGGOLEK GENI"Ucapnya memerintahkan raden prawiro untuk melang-lang buana, "NGANGSUH BANYU PIKULAN WARIH,OBOR HANGGOLEK GENI (dengan memikul air mencari air dengan membawa obor mencari api)".
Oleh karena sang panembahanlah yang bermukim di situ,kini desa jugo yang dulunya sunyi menjadi rejo (makmur),banyak orang-orang yang berjualan,dan buah-buahan untuk orang yang datang ke padepokan,mereka yang dulu yang tidak memiliki penghasilan sekarang mulai mendapat rizqi yang banyak,tidak kurang makan dan pakaian.Penduduk desa pun tahu betul,bahwa ini adalah berkah yang datang dari sang panembahan,bukan hanya untuk manusia saja, hewan ternak pun kini sehat selalu dan badannya gemuk-gemuk,karena tanah di situ menjadi subur jadi rumputnya hijau merata dari bawah sampai ke atas bukit-bukit,sejauh mata memandang pohon-pohon kelapa ngendoyot sarat buah dan daunnya yang segar melambai-lambai dari pagi hingga senja,itu suatu perlambang penghidupan yang makmur dan sejahtera.
Pada suatu hari datang seseorang priyayi yang rupanya cakap dan gagah,seperti ia bukan orang sembarang karena dari penampilannya yang agung dan tingkah lakunya penuh sopan santun,siapa pun orangnya jika berhadapan dengannya pasti terkagum-kagum.postur tubuhnya yang tegab,timggi sedang,apalagi sorot matanya yang tajam,ia memakai baju cara mataram,dengan ikat kepala dan kain sawit hitam buatan solo.
Lalu dia memasuki pendopo padepokan,dan tidak berapa lama sang panembahan keluar,tiba-tiba priyayi itu langsung memeluk kaki sang guru besar seraya berkata; "Eyang...maafkan aku karena baru datang"Ucapnya yang masih memeluk kaki sang panembahan,beliau sangat terharu sekali, karena bisa di liat dari raut wajahnya yang sumringah,dengan suara yang perlahan mbah djugo berkata;"Imam sudjono anakku yang bagus...akhirnya engkau datang juga"Demikianlah cerita priyayi itu,ternyata bernama raden mas imam sudjono,lalu ia tinggal bersama sang panembahan di desa djugo sebagai anak angkat tercintanya.Siapakah sebenarnya dia?
tidak ada yang mengetahuin siapa beliau sebenarnya karena mbah djugo tidak pernah menceritakannya dan r.m.imam sudjono pun tak pernah bercerita tentang dirinya kepada siapa pun. (dibawah ini di ceritaka versi lama,di paragraf akhir nanti di ceritakan).
Banyak orang-orang yang menduga,kalau r.m.imam sudjono adalah putranya Kanjeng pangeran Semendi cucunya Kanjeng Ratu Serang,mereka menilai,karena keseringannya mbah djugo datang ke MBAYAT,keterangan itu di dapat dari salah satu juru kunci makam kramat tersebut,yang sering membersihkan salah satu kamar terpisah dari makam kramat,ia mengatakan bahwa kamar ini adalah tempat tidur mbah djugo.Tetapi tidak ada orang yang melihat kedatangan mbah djugo,menurut ia misalnya beliau datang di waktu petang dan berlalu sebelum fajar menyingsing,tapi bagaimana caranya mbah djugo datang dan bagaimana perginya,ia berpendapat bahwa semuanya berjalan lewat goib,sebagaimana biasanya para maharsi yang sudah pinunjul pertapaannya.Para pewaris di Mbayat yang suka datang menyepi menekung muja semedi dan biasa tidur di kamar tersebut,tidak lain adalah R.m.Imam sudjono atau juga yang terkenal dengan nama R.m.Djuned.
Mungkin dari situ perkenalan mbah djugo dengan R.m.imam sudjono sehingga menjadi anak angkatnya yang tercinta,itu asal mula terjadi di Mbayat.Akan tetapi ada juga yang memberikan cerita yang lain,bahwa R.m.Imam sudjono adalah putra Kanjeng Pangeran Dipenogoro? Entah mana yang benar,hal itu tidak ada yang memberikan cerita yang pasti,mudah-mudahan di belakangan hari kita mendapatkan keterangan yang pasti.
MENURUT SUMBER KAMI;
Mbah Imam sudjono adalah putra raja dari kerajaan jenggala yang hilang di hutan dan bertemu dengan adik sang panembahan yang di asingkan ke tanah jawa sewaktu di china terjadi pembantaian anak-anak perempuan,dan adiknya di selamatankan oleh raden pandji yang sewaktu itu pun tersesat (lanjut di segmen Riwayat Mbah Imam sudjono) setelah adiknya sang panembahan meninggal dunia,raden pandji pun ikut menghilang bersama cintanya yang sudah tiada,Dan beliau pun memutuskan tinggal di hutan dan menjadi perampok.
(Mbah TASIMAN-Cokrobumi pringgondani):
Lewat beberapa tahun kemudian,desa jugo kedatangan tamu keturunan tionghwa,dari raut muka masih terlihat muda dan bicaranya pun agak pelo-pelo,karena ia belum lama tinggal di tanah jawa.Lalu dia pun memperkenalkan diri,bahwa ia bernama Tan giok tjwa,asalnya Chiang ciu desa Hay teng,negara china.Dia sengaja datang ke tanah jawa,karena terdengar kabar dari sana,bahwa ayah angkat ada di tanah jawa.Lalu orang-orang yang berada di padepokan mendengarnya merasa terheran-heran, bagaimana seorang yang baru datang ke tanah jawa,lantas mengngaku-ngaku ia adalah anak angkatnya Mbah djugo,karena melihat suasana padepokan merasa kaget,maka tan giok tjwa menjelaskan pun menjelaskan;"Pada dahulu kala sewaktu wo masih kecil,di desa tempat kelahiran wo itu mengalami paceklik yang sangat panjang,hingga seluruh desa kelaparan...wo dan penduduk desa pun hanya makan bonggol pisang atau dedaunan saja?...Tiba-tiba datang seorang kakek tua ke rumah wo.lalu mama wo terkejut karena kakek tua itu meminta makan...mama wo menjawab"kakek wo minta maaf...karena tidak bisa menghidangkan makanan yang layak,kami sendiri pun sedang menderita kelaparan,jika kakek suka wo petikkan daun-daunan untuk di rebus dan di jadikan makanannya"lalu kakek tua itu menjawabnya"oh..kalau begitu tidak usah repot-repot nyonya,saya pun tidak jadi lapar"ucap kakek tua itu.lalu kakek itu melihat wo,dan mendekati wo sambil ngelus-ngelus kepala wo...sambil berkata;"Anakmu ini akan saya akui sebagai anak saya,nanti kalau sudah besar dia boleh mencari saya".mendengar ucapan itu,mama wo bertanya kepada sang kakek;"kakek memang tinggal dimana?" lalu kakek itu menjawab;"nanti kalau sudah waktunya,anakmu akan mengetahui sendiri keberadaanku".Ini cerita sewaktu wo kecil dan ini di ceritakan oleh mama.Setelah wo sudah besar ikut sama cici ke semarang,lalu cici wo meninggal,jadi wo di sini mengembara kesana-kemari,tiba di blitar...wo jadi teringat masa kecil lagi yang pernah di ceritain mama wo tentang kakek tua itu,dan wo pun seperti ada kekuataan yang menuntun wo kesini"Ucapnya dengan nada pelo-pelo,orang-orang yang mendengarkan ceritanya menanya kepada;"kamu ingat rupanya seperti apa"ucap salah satu tamu yang datang ke padepokan,Tan giok tjwa hanya menjawab dengan menggeleng-gelengkan kepalanya,karena ia masih kecil tidak akan mengingat rupa kakek tua itu.
Tidak lama kemudian Sang guru besar keluar dari serambinya,dan duduk di antara orang-orang yang sowan dan minta obat kepada Mbah djugo,Tiba-tiba sang panembahan pun memerhatikan anak muda itu,yang duduk diantara orang-orang yang lainnya,lalu Mbah djugo memerintahkan anak muda untuk menghampirinya seraya berkata;"Akhirnya kau datang juga,anakku"Ucapnya sambil memeluk anak muda tersebut.
Akhirnya Tan giok tjwa pun tinggal di padepokan bersama sang panembahan, karena orang-orang susah menyebutkan namanya maka panggilannya pun di ganti oleh Mbah djugo menjadi TASIMAN ada juga yang memanggilnya Ki djan,lalu orang-orang memanggilnya Mbah TASIMAN dan ada juga yang panggilnya Ki Djan,yang artinya tamu asing.Biasa di panggil oleh Mbah djugo menjadi (COKROBUMI PRINGGONDANI)
(Kanjeng Warsokusumo-Senggoro Kresno):
Pada suatu hari Kanjeng Warsokusumo yang sewaktu itu menjabat sebagai bupati di blitar,menanyakan sesuatu kepada sang panembahan,sang bupati itu berkata;"Kanjeng panembahan...saya mau bertanya? berapa turunan lagi anak cucuku yang akan menjabat sebagai bupati blitar,mohon bila berkenan kanjeng panembahan memberikan petunjuk kepada saya"Ucap sang bupati ingin mengetahuinya,lalu sang guru besar pun hanya melontarkan senyumnya khas penuh bijaksana,dan beliau menjawab pertanyaannya;"Besok kanjeng bupati boleh menyuruh bawahanmu datang ke padepokan,dan saya akan titipkan jawabannya kepadanya"Ucap sang panembahan sambil meninggalkan kanjeng bupati yang masih berada di pedopo,karena ia melihat sang panembahan memasuki ruang tengah,maka sang bupati berpamitan untuk pulang sang guru beliau sudah tidak sabar menunggu besok,karena sang panembahan akan memberikan kabar kepastiannya.
Ke esokkan harinya,kanjeng bupati pagi-pagi sudah memerintahkan utusannya untuk mengambil jawaban dari sang panembaha,di perintahkannya lekas berangkat ke padepokan menemui Mbah djugo kepada utusannya itu,karena di peritah oleh atasannya,sang utusan pun tidak bertanya lagi kepada kanjeng bupati apa yang mesti bicarakan kepada Mbah djug.
Si utusan itu pun langsung berangkat dengan cepat,untuk menemui sang guru besar,sesampainya di padepokan,utusan itu langsung menemui sang panembahan yang sedang duduk di teras pendopo,tanpa basa-basi utusan itu berkata;"Sugeng rawuh Kanjeng kyai?...saya di perintahkan oleh kanjeng bupati,untuk mengambil jawaban yang di janjikan kyai?"Jawabnya tersengal-sengal sampai suara nafasnya terdengar oleh sang panembahan,karena melihatnya terlalu cape,sang panembahan pun mempersilahkan sang utusan untuk istirahat dahulu,dan beliau pun masuk ke dalam padepokan untuk mengambil jawaban itu,tidak lama kemudian sang panembahan keluar dari kamar membawa sekantung bawang merah,beliau seraya berkata;"Ini le?..bawa dan berikan kepada kanjeng bupati"Ucapnya sambil memberikan sekatung bawang merah itu kepada utusan kanjeng bupati.
Lalu sang utusan itu berpamitan pulang untuk menyampaikan amanat sang guru besar kepada kanjeng bupati,sewaktu sang utusan sampai di tengah hutan Bence,utusan itu melihat seekor macan yang besar,tanpa sadar sang utusan itu lari tunggang langgang,hingga bawang merah yang itu berceceran di tengah hutan,dan ia pun sudah tidak menghiraukan amanat itu yang utama di pikirannya adalah cepat-cepat melewati hutan itu,setelah di pikirnya ia sudah melewati hutan,ia kaget karena bawang merah yang di amanatkan itu berceceran,yang tersisa hanya tiga siung saja.Dengan perasaan bersalah sang utusan itu pun sampai di Blitar,dan memberanikan diri menemui kanjeng bupati dan akan menjelaskan apa yang terjadi di dalam perjalanannya,karena melihat utusannya sudah pulang kanjeng bupati lekas menghampirinya,dan seraya bertanya;"Apa jawaban dari kanjeng panembahan mas?..."Ucapnya penuh penasaran,lalu utusan itu memberikan kantung bawangnya kepada kanjeng bupati,ia pun tidak menjelaskan kejadian yang terjadi dalam perjalanannya,hanya diam mematung dengan penuh rasa ketakutan,kalau nanti kanjeng bupati akan marah dan menghukumnya,karena ia tidak bisa menjaga amanat dari kanjeng panembahan untuk di berikan kepadanya.Melihat rupa utusannya yang sangat aneh,kanjeng bupati pun melihat isi di dalam kantung itu,ternyata hanya tiga siung bawang merah saja, sambil berpikir dan memerhatikan bawang merah itu,seraya ia berkata;"Inilah jawaban dari kanjeng panembahan,bahwa hanya tiga keturunan saja,yang akan menduduki di pemerintahan?"ucapnya mendapatkan jawaban arti tiga bawang merah itu,sambil meninggalkan utusannya itu yang masih merasa ketakutan.
Ramalan itu pun benar adanya,sesudah Kanjeng pangeran Warsokusumo lengser,lalu di teruskan oleh putranya yang bernama Kanjeng pangeran Sosrohadinegoro sampai beliau wafat masa jabatannya,setelah itu di gantikan saudaranya yang bernama Warsohadiningrat masa jabatannya pun sampai ia wafat,dan setelah itu yang menjadi bupati di daerah blitar bukan lagi dari keturunan Warsokusumo.Setelah Kanjeng Warsokusumo wafat,beliau mendatangi sang panembahan tanpa wujud,dan memohon supaya ia di jadikan sebagai muridnya walaupun sudah tiada,sang panembahan pun menyanggupi permohonannya,dan di beri julukkan "SENGGORO KRESNO" karena ia menjadi muridnya setelah menjadi ruh dan selamanya mengikuti sang guru besar.
Karena ramalan itu Ki Ageng Djugo pun menjadi terkenal di mana-mana, bukan hanya di pulau jawa saja,kalimantan dan sumatra pun terdengar namanya,bahkan sampai sekarang sudah terdengar sampai asia tenggara, semisal singapore,malaysia sampai china.
(Ki Baharuddin-Sengoro Bumi):
Lain cerita lagi,yang menarik untuk di simak riwayatnya.
Setelahnya nama Mbah djugo menjadi terkenal kemana-mana,banyak sekali yang penasaran dengan kesaktiannya Mbah djugo,dan banyak juga yang datang ke padepokannya,bukan hanya sekedar meminta obat atau memohon berkah,akan tetapi ingin mencoba ilmunya sang panembahan.
Pada waktu itu datang seorang pendekar yang gagah perkasa,kulitnya hitam, dan raut mukanya bringasan,datang jauh-jauh ingin mencoba ilmu sang panembahan.
Dia bernama Baharuddin berasal dari banten, pendekar terbaik dari perkumpulan Gagak Handoko,orangnya berani dan kulitnya kebal dengan senjata,Ia mengira bahwa sang guru besar pun memiliki kesaktian seperti beliau,di depan gapura padepokan,Ia teriak-teriak memanggil nama sang panembahan,sampai orang-orang yang di dalam padepokan pun ikut keluar mengiringi sang guru,sampai di pendopo sang guru menjawab panggilan pendekar itu,lalu baharudin pun menghampiri sang panembahan seraya berkata;"Kyai..saya sudah mendengar kabar-kabar,kalau di desa ini ada seseorang yang sakti mandraguna,dan saya datang kesini ingin mencobanya sampai dimana kesaktiannya"Ucapnya dengan nada yang sombong,mendengar ucapan pendekar itu sang panembahan berkata sambil tertawa;"Kisanak,, engkau masih muda dan perkasa,apakah tidak malu melawan dengan kakek-kakek tua yang sudah jompo ini,yang sudah tidak memiliki tenaga" Mendengar ucapan dari mulut sang panembahan,baharudin merasa tidak puas dan bertambah jengkel,sepertinya sang panembahan ini memandang sebelah mata kemampuannya,dia berbicara dalam hatinya.Karena sang guru bisa melihat bahasa tubuhnya yang tidak puas dengan jawaban sang guru,lalu beliau pun berkata;"Berapakah kuatnya badan manusia?...sedangkan gunung pun akan meletus jika tiba waktunya.Aku tidak ingin melihat kesaktianmu kisanak,tapi melihat dari wajahmu yang merasa tidak puas,biarlah engkau sendiri yang nanti mengetahui sampai di mana kesaktianmu itu?"Berbarengan dengan selesainya ucapan sang guru,tiba-tiba keluar dari tanah segerombolan semut hitam yang menyerang dan menggigiti baharudin sampai menutupi seluruh badannya,dengan rasa yang sakit dan gatal di sekujur badannya, baharudin pun sampai berguling-guling seraya berkata lirih; "Ampun...ampun..kyai"ucapnya dengan gelisah menahan rasa sakit dan gatal Dan Orang-orang yang melihatnya pun merasa kaget,dari mana datangnya semut-semut sebanyak itu.
Karena sang panembahan tidak tega melihat penderitaannya,beliau pun berkata;"huwis..huwis..huwis..?jangan siksa lagi anak muda itu"Ucapnya sambil memukul-mukul tanah dengan telapak tangannya,lalu semut-semut itu pun menghentikan serangannya dan pergi seketika,tidak ada yang tahu kemana semut-semut itu lenyap seperti di telan bumi saja,sampai tidak ada satu ekor pun yang menempel di tubuhnya baharudin.
Serentak orang-orang yang melihatnya memohon ampun kepada sang panembahan menjadi tertawa terbahak-bahak,karena baharudin datang ke padepokan dengan kesombongan,dan dia ternyata kalah dengan kesombongan nya sendiri,sampai-sampai sang panembahan ikut tersenyum melihatnya,entah apa arti senyumannya itu? apakah merasa senang melihat baharudin menyadari kesalahannya ataukah yang lainnya.Di antara orang-orang yang menertawai baharudin,hanya R.m.Imam sudjono yang tidak tertawa apalagi tersenyum,lalu sang panembahan menghampiri baharudin yang masih terkulai di tanah dan mengangkat tubuhnya,seraya berkata;"Ternyata kulitmu tidak kebal kisanak,di gigit semut pun kamu masih tidak tahan".Ucapnya sambil tersenyum penuh kasih kepadanya,dengan rasa malu dan takut ia pun langsung sungkem di hadapan sang panembahan,dan berkata;"Kyai..nama saya baharudin,asal dari banten?..saya memohon maaf yang sedalam-dalamnya karena berlaku kurang ajar kepadamu,jika di kenankan,saya berharap bisa menjadi muridmu dan akan mengikuti ajaranmu kyai...."katanya tetap keadaan sungkem di hadapan sang panembahan,lalu sang guru menjawab;"baharudin anakku,kamu benar-benar niat akan mengikutiku,jika kau benar-benar berniat,aku merestuinya tapi aku tidak bisa memberikan pelajaran kesaktian atau pun ilmu apapun,karena aku tidak memiliki ilmu seperti itu"Ucapnya penuh bijaksana sambil merangkul baharudin untuk berdiri dari sungkemnya.
Akhirnya baharudin pun tinggal di desa djugo,menjadi murid sang panembahan di padepokan. 
Memang dasarnya baharudin itu sifatnya brangasan dan pemarah,hingga pada suatu hari dia dan R.m.Imam sudjono pernah cekcok mulut,untungnya sampai tidak terjadi perkelahian,karena keburu ketahuan Mbah djugo dan langsung memisahkannya,kalau saja tidak di pisahkan dan tidak datangnya sang panembahan bisa terjadi sesuatu yang hebat,setelah kejadian tersebut maka Kanjeng Mbah djugo memberi julukkan kepadanya SENGGORO BUMI karena sifatnya brangasan dan pemarah.

ket: Mereka adalah pengikut setianya sang panembahan,sampai akhirnya pun mereka masih setia menemaninya,mudah-mudah kita bisa menjadi pengikutnya setia yang di restui olehnya.Amin
Dan cerita di bawah ini pun sama orang-orang yang mengerti akan ucapan Hatur suwun kepada sang panembahan yang penuh welas asih.
(Tjan Thian-Buto inggis/Pak Sipat):
Ada lagi suatu cerita,pertemuan sang panembahan dengan orang-orang yang setia kepada beliau,dia adalah tjan thian keturunan tionghwa yang pekerjaannya suka mengukur jalan untuk pembuatan jalan kereta.
Pada masa itu ada proyek pembuatan jalan kereta antara Malang-Blitar yang sedang di rencanakan,di antara pegawai anemer pemborong pekerjaan itu, Tjan thian termasuk pegawai proyek di situ,hanya bagiannya saja yang lain,ia sebagai tukang ukur jalannya saja,karena kebiasaannya suka bermaksiat, maka ia pun terjangkit penyakit kelamin yang sangat parah,dan dia pun menjadi strees,karena penyakitnya tak kunjung sembuh walaupun sudah segala cara dia tempuh,berharap penyakitnya bisa sembuh sedia kala,akan tetapi hasilnya nihil,sampai-sampai dia pun ingin mengakhiri hidupnya dengan cara memotong kemaluannya itu.Dengan badan terkulai lemas di ruang tengah tempat tinggalnya,di bagian bawah perutnya sampai paha,sudah bersimbah darah yang keluar dari kemaluannya,akibat di potong oleh tjan thian.
Antara sadar dan tidak sadar tjan thian melihat sesosok kakek tua menghampirinya seraya berkata;"Belum waktunya nak...kau mengakhiri hidupmu,karena mati bukan jalan yang terbaik"terdengar sayu-sayu di telinga tjan thian,akhirnya tjan thian pun tersadar dari kelakuannya yang putus asa, dan Mbah djugo pun mengobatinya hingga sembuh sedia kala,dan ia pun berkerja lagi seperti biasa.
Dan tjan thian pun ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada sang panembahan adalah selalu datang kepadepokan dua atau tiga kali dalam seminggu,walaupun hanya sekedar sowan,dan terkadang ia suka menginap di padepokan bersama sang panembahan,Tjan thian sangat setia dan berbakti kepada Mbah djugo,apa pun yang di perintahkan oleh sang panembahan tidak ada kata menolak dari mulutnya,maka dari pada itu sang guru besar pun sangat sayang kepadanya,karena seringnya tjan thian sering datang ke padepokan,penduduk sekitar pun menjadi kenal kepadanya,tapi untuk menyebut namanya terlalu sulit maka orang-orang memanggilnya Pak SIPAT, karena pekerjaannya sebagai tukang sipat jalan atau tanda jalan,dan Mbah djugo memberi julukkan BUTO INGGIS,karena mbah djugo menemuinya sedang putus asa.
Banyak orang-orang yang menanya kedekatan Mbah Djugo dengan keturunan tiong hwa,apalagi setelah kedatangan Tan Giok tjwa atau Mbah Tasiman yang sangat mengejutkan dengan penuturan waktu yang lalu,apakah benar Mbah Djugo mengembara sampai ke china,ataukah beliau memang berasal dari China,dan misalnya tidak berasalnya dari dua-duanya,lalu dari manakah asal-usul Mbah djugo sebenarnya?....
Banyak orang yang ingin mengetahui asalnya Mbah Djugo,akan tetapi setiap orang bertanya pada beliau?,beliau pun tidak pernah mau cerita masa lalunya yang sudah lewat, karena sebab inilah cerita riwayat beliau banyak yang mereka-reka saja, sampai dari keraton-keraton mencatat sepak terjangnya bahkan tanggal lahirnya,bahwa beliau dari sini dan dari situ.Karena banyaknya orang yang mempertanyakan asal-usulnya sang panembahan,yang mungkin bisa membuat luka di dalam sanubari beliau,lantas beliau pun berkata;"Hai.. anak-anakku,sekarang coba kalian pikir baik-baik,umpama kalian berdiri menghadap ke utara,maka dirimu ada di mana?"ucapnya lirih,memberikan suatu teka-teki,di hadapan sang panembahan yang mempertanyakan asal-usulnya itu saling berbisik,dan berusaha menebak teka-tekinya.Lalu di antara orang-orang itu ada yang menjawab pertanyaannya;"Ada di sebelah selatan..kyai"jawabnya penuh percaya diri"Sekarang kamu tidak usah pindah dari arah situ"kata sang panembahan menambahkan teka-tekinya"Dan Bagaimana caranya kamu bisa berpindah,dari arah utara ke selatan?" kembali ruangan itu pun menjadi berisik,karena saling kebingungan mencari jawabannya,begitu pun orang yang awal menjawabnya,sama-sama menjadi bingung akan pertanyaan dari sang panembahan,karena melihat semuanya kebingungan dan tidak mengerti jawabannya,akhirnya sang guru pun menjelaskan;"Sekarang kamu balikkan badanmu"memberi perintah kepada orang yang awal menjawab,lalu ia pun menuruti perintahnya membalikkan badannya;"sekarang kamu berada di mana?"kata sang panembahan,lalu orang itu menjawab"Ada di sebelah selatan kyai"Jawabnya membelakangi sang guru "Nah...Sekarang sudah jelas,arah utara dan selatan adalah satu rupa saja,walau pun kalian tidak merubah posisi dudukmu,apalagi antara negeri cina atau pun pulau jawa itu pun tidak ada bedanya?...jadi dimana pun bumi kita pijak di situ kalian mesti bertindak,berikan sesuatu yang berarti di mana pun kalian menetap"Ucapnya menjelaskan kepada mereka.
Akan tetapi banyak dari mereka yang belum mengerti arti jawaban itu,dan ada juga yang mengerti maksudnya,meski pun ada juga yang belum mengerti, akan tetapi Mbah djugo tidak menjelaskannya lebih jauh.
ket: Maksud jawaban itu adalah,jangan di pertanyakan asal-usulnya beliau, kalian cukup kenal yang sekarang Mbah djugo lakukan kepada kalian,semakin kita banyak tahu,semakin kita kesasar,karean semuanya adalah proses hukum sebab akibat.
Ini cerita Tan giok tjwa atau Mbah tasiman,pada suatu ketika ia ingin berpamitan kepada Mbah djugo,mau ke blitar ada sesuatu urusan yang mendadak,sewaktu Mbah tasiman menemui sang guru dan berniat berpamitan, sang guru lalu berkata;"Potong dulu kuncirmu itu anakku,nanti kamu bakal dapat masalah jika tidak di potong"katanya memberitahukan kepadanya,tapi Mbah tasiman tidak mendengarkan peringatan gurunya,karena kuncir itu adalah harkat martabatnya ia sewaktu di tiongkok,Mbah djugo memperingatinya karena ini bukan di tiongkok lagi.Lalu dia paksakan pergi ke blitar dengan kuncirnya,sewaktu dalam perjalanannya,ternyata benar saja giok tjwa di tangkap polisi dan di denda oleh pengadilan pasal F25,dan membayar denda sebesar 10ringgit,kalau tidak di bayar maka akan kena hukuman penjara 1 bulan,dengan rasa menyesal dan takut,ia pun kembali ke padepokan,walaupun pulang dengan rasa bersalah,karena tidak mendengarkan nasehat gurunya.
Sewaktu giok tjwa sampai di padepokan,Mbah jugo sedang berada di pendopo belum giok tjwa,mbah djugo langsung berkata;"Tidak jadi ke blitar siman?... perintahku demi kebaikkan dirimu dan keturunan yang lainnya,nanti anak cucuku,harus kamu beritahukan agar memotong kuncirnya".ucapnya seakan tahu apa yang di alami giok tjwa,lalu sang guru menatap kearah tempat tidurnya;"Uang denda harus kamu bayar?..itu di bawah tikar tempat tidurmu ada uang 10ringgit,..ambillah"Mendengar ucapan gurunya,dia langsung percaya,dan bergegas menghampiri tempat tidurnya.Sungguh ajaib sekali,ketika giok tjwa membuka tikarnya betul-betul di situ ada uang 10ringgit,pas untuk membayar dendanya.
Cepat-cepat giok tjwa pun membayar dendanya dan langsung memotong kuncirnya,karena ia pun berpikir di sini bukan di tiongkok lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar