Sabtu, 12 Februari 2011

PERJALANAN SANG GURU BESAR 5

CERITA KETIGA:
MENINGGALKAN ARCAPADA;
Memang sang guru besar itu membawa keberkahan yang tiada tara,di mana pun beliau tinggal,di situ pasti banyak keberkahan,mau yang datang menemuinya ataupun penduduk sekitarnya.Tidak hanya di desa djugo,sang guru pindah ke gunung kawi pun,ikut membawa keberkahan dan kemakmuran,padahal dahulunya gunung kawi terkenal angker dan banyak hewan buasnya, orang-orang pun enggan tinggal disana,tapi semenjak sang guru tinggal disana,kini gunung kawi menjadi ramai,banyak orang berdatangan yang ingin menemui sang panembahan,datang dan pergi tiada habisnya,dan sang guru pun menerima dengan senang hati,tanpa pandang bulu siapa pun orangnya mau berpangkat ataupun rakyat biasa.Mereka berdatangan dengan rasa hormat dan cinta kepada sang panembahan,bukan karena beliau sakti ataupun kesepuhan,tapi karena cinta seperti cintanya seorang kepada orang tuanya,menghormati karena ingin membalas kemurahan hatinya.
Sebelumnya Mbah djugo berpindah ke gunung kawi,ketika Mbah djugo dan Mbah Imam sudjono sedang asik memandangi pemandangan desa jugo yang asri di kelilingi sawah-sawah yang menguning dan banyak burung kuntul yang terbang kesana-kemari,membuat hati menjadi tenang tanpa beban.Sedang asik-asiknya memandang,tidak sengaja Mbah Imam sudjono melihat pandangan sang panembahan tertuju ke gunung kawi,tetapi Mbah imam sudjono tidak berani menanyakannya,dan ternyata setelah ia perhatikan memang indah untuk di pandang jika di lihat dari kejauhan gunung kawi itu.
Lalu pada tahun 1872 sang panembahan menyatakan ingin pergi ke gunung kawi,katanya ingin mencari tanah untuk di jadikan tempat peristirahatan terakhirnya,mendengar keputusan itu maka para abdi dalem dan pengingkutnya mengiringi beliau ke gunung kawi,dengan menerabas jalanan desa jugo sampai pijiombo,terus ke desa wonosari dan mereka pada bermalam di desa itu,lalu keesokkan harinya sang guru dan Mbah imam sudjono beserta rombongan melanjutkan perjalanannya,hingga petang hari beliau sampai kaki gunung kawi,lantas beliau berhenti dari perjalanannya,memerhatikan sekelilingnya dan di pandangnya dari jauh,kemudian beliau naik ke lereng yang agak tinggi lantas di perhatikannya lagi,akhirnya mbah djugo penunjuk tempat itu,terlihat dari mimik wajahnya yang merasa puas karena mendapat tempat yang sangat baik untuk kedudukkan raganya,sewaktu penyerahan raga kepada ibu pertiwi.Di bawah kakinya SANG HYANG GIRI KAWI di sebelah sisi selatan,ada sebuah bukit kecil yang ngregunuk mirip seekor gajah yang merebah dan belalainya menjulur panjang,menjadi perengana sebuah sungai yang air jernih dan agung,tepat di atas punggungnya sang gajah,itu adalah letak yang akan menjadi makam Mbah djugo.Dengan tangan sendiri Mbah djugo terus menggalinya sampai menjadi sebuah lubang yang dalam, hingga di jumpainya sebuah lapisan batu besar untuk jadi alasnya,di sekitarnya banyak tumbuh pohon cendana yang besar dan rindang daun-daunnya,lalu beliau berwasi'at kepada mbah Imam supaya nanti di sekitar makamnya di tambahi pepohon lagi,seperti pohon kemuning,nagasari,dewandaru,mergotomo, blimbing,ceremai,kesemek dan lain-lainnya,juga di perintahkannya untuk mendirikan sebuah pendopo,yang besar dan ukurannya sudah di perhitungkan oleh sang panembahan.
Setelah selesai memberikan wasi'atnya kepada Mbah Imam sudjono,lalu beliau pun kembali ke padepokan dengan berjalan kaki seperti awal beliau datang ke gunung kawi,lewat beberapa hari Mbah Imam sudjono di perintahnya lagi,untuk pergi ke hutan Brongkos dekat desa kesamben,dan membawa orang-orang yang sukarela mengerjakan segala keinginan sang panembahan, seperti menebang kayu yang bagus dan sudah layak,lalu di bawa ke gunung kawi dengan cara di pikul ramai-ramai walaupun perjalanannya sangat jauh, dimana kayu-kayu pilihannya sudah di gunung kawi,dan kayu-kayu itu di kerjakan untuk pembuatan cungkup makamnya sang panembahan,setelah cungkup jadi terbuat,lalu di depannya dibuat lagi teras seperti pendopo yang lebih besar,setelah pembuatan cungkup itu selesai semua.Agak ke bawah dari makam dan tidak terlalu jauh Mbah Imam sudjono membangun pendopo untuk dirinya,karena ia harus tinggal disitu,sampai bangun cungkup benar-benar selesai dan setelah itu beliau pun akan menjaga dan merawat tempat makam yang belum ada penghuninya itu,dan ia pun banyak menanam berbagai jenisnya jadi membuat indah suasana makam itu,karena memang sudah tugasnya Mbah Imam sudjono yang sudah di bebani oleh Mbah Djugo.

Selasa, 01 Februari 2011

PERJALANAN SANG GURU BESAR 4

PENERUS SANG PANEMBAHAN :  
(Radenmas.IMAM SUDJONO-Cokrobumi anumerto)

Padepokan djugo sekarang tidak sunyi lagi,setiap hari berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus orang selalu datang yang jauh mau pun yang dekat,sama-sama datang meminta obat ataupun keberkah pangestu dari sang guru.Banyak juga yang datang ingin menjadi muridnya,ingin selalu dekat sang guru dengan harapan dapat menimba ilmu dan pelajaran dari sang guru.
Diantara kerumunan orang yang datang,ada seseorang yang berasal dari Bojonegoro,yang bernama Raden prawirosastro,ia seorang pegawai jawatan telpon di daerah Malang.Ia sering mendengar namanya sang guru yang harum, karena setiap kali ia memeriksa kabel-kabel telpon di sepanjang jalan sering mendengar orang-orang membicarakan sang panembahan,mau yang menuju pulang atau pun yang mau menuju ke padepokan djugo dan ceritanya pun beragam dari yang meminta obat ataupun keberkahaan,karena keseringan mendengar rumor tersebut makanya ia pun memutuskan ingin berjumpa dengan sang panembahan.
Ketika bertemu dengan sang guru,raden prawiro teringat kejadian waktu yang lalu,ketika ia belum dewasa di bojonegoro pernah terjangkit wabah penyakit kolera,di tengah perjalanannya ia bertemu dengan seorang kakek tua yang mengatakan kepadanya bahwa ia tidak usah takut,karena wabah penyakit itu tidak akan lama lagi akan musnah.Dan ternyata benar ucapan kakek tua itu, wabah penyakit itu musnah udara di sana pun kembali bersih.
Ia terus berpikir dan mengingat-ingat, rasanya sang panembahan ini adalah seorang kakek tua yang pernah di jumpainya sewaktu kecil,dan sekarang beliau ada di hadapannya.Setelah mengingatnya tanpa pikir lagi raden prawiro langsung sujud di hadapan sang panembahan,lalu berkata;"Kyai...izinkan saya menjadi muridmu"ucapnya sambil bersujud,lalu sang guru menjawab; "Orang yang masih punya kewajiban tidak boleh meninggalkan kewajibannya,walaupun untuk menuntut ilmu"Ucapnya penuh bijaksana.
Lantaran sudah mendengarkan nasehat dari sang panembahan,maka raden prawiro pun pulang,tetapi setelah pulang ke rumah pun ia masih terus teringat dan tidak dapat melupakan sang panembahan,maka di setiap ada waktu ia selalu menyempatkan diri menemui sang panembahan,dua atau tiga hari sekali ia selalu datang ke padepokan djugo.Karenanya sering mendengarkan wejangan-wejangan dari sang guru,ia pun memutuskan berhenti bekerja dan mengikuti sang guru dan menetap di padepokannya,setelah merasa kewajibannya sudah tidak ada lagi,dia pun memberanikan diri bicara kepada sang guru,ia berkata;"Kyai..sekarang kewajiban saya sudah tidak ada,dan sekarang saya ingin mengikutimu kyai,kemana pun kyai akan pergi"Ucapnya memohon kepada sang panembahan,lantas sang panembahan menjawab; "kamu tidak bisa untuk tinggal disini nang...jika kamu terus memaksa dan mengikuti keinginanmu?..pergilah kau mengembara mencari guru dan belajar dimana-mana,,NGANGSUH BANYU PIKULAN WARIH,OBOR HANGGOLEK GENI"Ucapnya memerintahkan raden prawiro untuk melang-lang buana, "NGANGSUH BANYU PIKULAN WARIH,OBOR HANGGOLEK GENI (dengan memikul air mencari air dengan membawa obor mencari api)".
Oleh karena sang panembahanlah yang bermukim di situ,kini desa jugo yang dulunya sunyi menjadi rejo (makmur),banyak orang-orang yang berjualan,dan buah-buahan untuk orang yang datang ke padepokan,mereka yang dulu yang tidak memiliki penghasilan sekarang mulai mendapat rizqi yang banyak,tidak kurang makan dan pakaian.Penduduk desa pun tahu betul,bahwa ini adalah berkah yang datang dari sang panembahan,bukan hanya untuk manusia saja, hewan ternak pun kini sehat selalu dan badannya gemuk-gemuk,karena tanah di situ menjadi subur jadi rumputnya hijau merata dari bawah sampai ke atas bukit-bukit,sejauh mata memandang pohon-pohon kelapa ngendoyot sarat buah dan daunnya yang segar melambai-lambai dari pagi hingga senja,itu suatu perlambang penghidupan yang makmur dan sejahtera.
Pada suatu hari datang seseorang priyayi yang rupanya cakap dan gagah,seperti ia bukan orang sembarang karena dari penampilannya yang agung dan tingkah lakunya penuh sopan santun,siapa pun orangnya jika berhadapan dengannya pasti terkagum-kagum.postur tubuhnya yang tegab,timggi sedang,apalagi sorot matanya yang tajam,ia memakai baju cara mataram,dengan ikat kepala dan kain sawit hitam buatan solo.
Lalu dia memasuki pendopo padepokan,dan tidak berapa lama sang panembahan keluar,tiba-tiba priyayi itu langsung memeluk kaki sang guru besar seraya berkata; "Eyang...maafkan aku karena baru datang"Ucapnya yang masih memeluk kaki sang panembahan,beliau sangat terharu sekali, karena bisa di liat dari raut wajahnya yang sumringah,dengan suara yang perlahan mbah djugo berkata;"Imam sudjono anakku yang bagus...akhirnya engkau datang juga"Demikianlah cerita priyayi itu,ternyata bernama raden mas imam sudjono,lalu ia tinggal bersama sang panembahan di desa djugo sebagai anak angkat tercintanya.Siapakah sebenarnya dia?
tidak ada yang mengetahuin siapa beliau sebenarnya karena mbah djugo tidak pernah menceritakannya dan r.m.imam sudjono pun tak pernah bercerita tentang dirinya kepada siapa pun. (dibawah ini di ceritaka versi lama,di paragraf akhir nanti di ceritakan).
Banyak orang-orang yang menduga,kalau r.m.imam sudjono adalah putranya Kanjeng pangeran Semendi cucunya Kanjeng Ratu Serang,mereka menilai,karena keseringannya mbah djugo datang ke MBAYAT,keterangan itu di dapat dari salah satu juru kunci makam kramat tersebut,yang sering membersihkan salah satu kamar terpisah dari makam kramat,ia mengatakan bahwa kamar ini adalah tempat tidur mbah djugo.Tetapi tidak ada orang yang melihat kedatangan mbah djugo,menurut ia misalnya beliau datang di waktu petang dan berlalu sebelum fajar menyingsing,tapi bagaimana caranya mbah djugo datang dan bagaimana perginya,ia berpendapat bahwa semuanya berjalan lewat goib,sebagaimana biasanya para maharsi yang sudah pinunjul pertapaannya.Para pewaris di Mbayat yang suka datang menyepi menekung muja semedi dan biasa tidur di kamar tersebut,tidak lain adalah R.m.Imam sudjono atau juga yang terkenal dengan nama R.m.Djuned.
Mungkin dari situ perkenalan mbah djugo dengan R.m.imam sudjono sehingga menjadi anak angkatnya yang tercinta,itu asal mula terjadi di Mbayat.Akan tetapi ada juga yang memberikan cerita yang lain,bahwa R.m.Imam sudjono adalah putra Kanjeng Pangeran Dipenogoro? Entah mana yang benar,hal itu tidak ada yang memberikan cerita yang pasti,mudah-mudahan di belakangan hari kita mendapatkan keterangan yang pasti.
MENURUT SUMBER KAMI;
Mbah Imam sudjono adalah putra raja dari kerajaan jenggala yang hilang di hutan dan bertemu dengan adik sang panembahan yang di asingkan ke tanah jawa sewaktu di china terjadi pembantaian anak-anak perempuan,dan adiknya di selamatankan oleh raden pandji yang sewaktu itu pun tersesat (lanjut di segmen Riwayat Mbah Imam sudjono) setelah adiknya sang panembahan meninggal dunia,raden pandji pun ikut menghilang bersama cintanya yang sudah tiada,Dan beliau pun memutuskan tinggal di hutan dan menjadi perampok.
(Mbah TASIMAN-Cokrobumi pringgondani):
Lewat beberapa tahun kemudian,desa jugo kedatangan tamu keturunan tionghwa,dari raut muka masih terlihat muda dan bicaranya pun agak pelo-pelo,karena ia belum lama tinggal di tanah jawa.Lalu dia pun memperkenalkan diri,bahwa ia bernama Tan giok tjwa,asalnya Chiang ciu desa Hay teng,negara china.Dia sengaja datang ke tanah jawa,karena terdengar kabar dari sana,bahwa ayah angkat ada di tanah jawa.Lalu orang-orang yang berada di padepokan mendengarnya merasa terheran-heran, bagaimana seorang yang baru datang ke tanah jawa,lantas mengngaku-ngaku ia adalah anak angkatnya Mbah djugo,karena melihat suasana padepokan merasa kaget,maka tan giok tjwa menjelaskan pun menjelaskan;"Pada dahulu kala sewaktu wo masih kecil,di desa tempat kelahiran wo itu mengalami paceklik yang sangat panjang,hingga seluruh desa kelaparan...wo dan penduduk desa pun hanya makan bonggol pisang atau dedaunan saja?...Tiba-tiba datang seorang kakek tua ke rumah wo.lalu mama wo terkejut karena kakek tua itu meminta makan...mama wo menjawab"kakek wo minta maaf...karena tidak bisa menghidangkan makanan yang layak,kami sendiri pun sedang menderita kelaparan,jika kakek suka wo petikkan daun-daunan untuk di rebus dan di jadikan makanannya"lalu kakek tua itu menjawabnya"oh..kalau begitu tidak usah repot-repot nyonya,saya pun tidak jadi lapar"ucap kakek tua itu.lalu kakek itu melihat wo,dan mendekati wo sambil ngelus-ngelus kepala wo...sambil berkata;"Anakmu ini akan saya akui sebagai anak saya,nanti kalau sudah besar dia boleh mencari saya".mendengar ucapan itu,mama wo bertanya kepada sang kakek;"kakek memang tinggal dimana?" lalu kakek itu menjawab;"nanti kalau sudah waktunya,anakmu akan mengetahui sendiri keberadaanku".Ini cerita sewaktu wo kecil dan ini di ceritakan oleh mama.Setelah wo sudah besar ikut sama cici ke semarang,lalu cici wo meninggal,jadi wo di sini mengembara kesana-kemari,tiba di blitar...wo jadi teringat masa kecil lagi yang pernah di ceritain mama wo tentang kakek tua itu,dan wo pun seperti ada kekuataan yang menuntun wo kesini"Ucapnya dengan nada pelo-pelo,orang-orang yang mendengarkan ceritanya menanya kepada;"kamu ingat rupanya seperti apa"ucap salah satu tamu yang datang ke padepokan,Tan giok tjwa hanya menjawab dengan menggeleng-gelengkan kepalanya,karena ia masih kecil tidak akan mengingat rupa kakek tua itu.
Tidak lama kemudian Sang guru besar keluar dari serambinya,dan duduk di antara orang-orang yang sowan dan minta obat kepada Mbah djugo,Tiba-tiba sang panembahan pun memerhatikan anak muda itu,yang duduk diantara orang-orang yang lainnya,lalu Mbah djugo memerintahkan anak muda untuk menghampirinya seraya berkata;"Akhirnya kau datang juga,anakku"Ucapnya sambil memeluk anak muda tersebut.
Akhirnya Tan giok tjwa pun tinggal di padepokan bersama sang panembahan, karena orang-orang susah menyebutkan namanya maka panggilannya pun di ganti oleh Mbah djugo menjadi TASIMAN ada juga yang memanggilnya Ki djan,lalu orang-orang memanggilnya Mbah TASIMAN dan ada juga yang panggilnya Ki Djan,yang artinya tamu asing.Biasa di panggil oleh Mbah djugo menjadi (COKROBUMI PRINGGONDANI)
(Kanjeng Warsokusumo-Senggoro Kresno):
Pada suatu hari Kanjeng Warsokusumo yang sewaktu itu menjabat sebagai bupati di blitar,menanyakan sesuatu kepada sang panembahan,sang bupati itu berkata;"Kanjeng panembahan...saya mau bertanya? berapa turunan lagi anak cucuku yang akan menjabat sebagai bupati blitar,mohon bila berkenan kanjeng panembahan memberikan petunjuk kepada saya"Ucap sang bupati ingin mengetahuinya,lalu sang guru besar pun hanya melontarkan senyumnya khas penuh bijaksana,dan beliau menjawab pertanyaannya;"Besok kanjeng bupati boleh menyuruh bawahanmu datang ke padepokan,dan saya akan titipkan jawabannya kepadanya"Ucap sang panembahan sambil meninggalkan kanjeng bupati yang masih berada di pedopo,karena ia melihat sang panembahan memasuki ruang tengah,maka sang bupati berpamitan untuk pulang sang guru beliau sudah tidak sabar menunggu besok,karena sang panembahan akan memberikan kabar kepastiannya.
Ke esokkan harinya,kanjeng bupati pagi-pagi sudah memerintahkan utusannya untuk mengambil jawaban dari sang panembaha,di perintahkannya lekas berangkat ke padepokan menemui Mbah djugo kepada utusannya itu,karena di peritah oleh atasannya,sang utusan pun tidak bertanya lagi kepada kanjeng bupati apa yang mesti bicarakan kepada Mbah djug.
Si utusan itu pun langsung berangkat dengan cepat,untuk menemui sang guru besar,sesampainya di padepokan,utusan itu langsung menemui sang panembahan yang sedang duduk di teras pendopo,tanpa basa-basi utusan itu berkata;"Sugeng rawuh Kanjeng kyai?...saya di perintahkan oleh kanjeng bupati,untuk mengambil jawaban yang di janjikan kyai?"Jawabnya tersengal-sengal sampai suara nafasnya terdengar oleh sang panembahan,karena melihatnya terlalu cape,sang panembahan pun mempersilahkan sang utusan untuk istirahat dahulu,dan beliau pun masuk ke dalam padepokan untuk mengambil jawaban itu,tidak lama kemudian sang panembahan keluar dari kamar membawa sekantung bawang merah,beliau seraya berkata;"Ini le?..bawa dan berikan kepada kanjeng bupati"Ucapnya sambil memberikan sekatung bawang merah itu kepada utusan kanjeng bupati.
Lalu sang utusan itu berpamitan pulang untuk menyampaikan amanat sang guru besar kepada kanjeng bupati,sewaktu sang utusan sampai di tengah hutan Bence,utusan itu melihat seekor macan yang besar,tanpa sadar sang utusan itu lari tunggang langgang,hingga bawang merah yang itu berceceran di tengah hutan,dan ia pun sudah tidak menghiraukan amanat itu yang utama di pikirannya adalah cepat-cepat melewati hutan itu,setelah di pikirnya ia sudah melewati hutan,ia kaget karena bawang merah yang di amanatkan itu berceceran,yang tersisa hanya tiga siung saja.Dengan perasaan bersalah sang utusan itu pun sampai di Blitar,dan memberanikan diri menemui kanjeng bupati dan akan menjelaskan apa yang terjadi di dalam perjalanannya,karena melihat utusannya sudah pulang kanjeng bupati lekas menghampirinya,dan seraya bertanya;"Apa jawaban dari kanjeng panembahan mas?..."Ucapnya penuh penasaran,lalu utusan itu memberikan kantung bawangnya kepada kanjeng bupati,ia pun tidak menjelaskan kejadian yang terjadi dalam perjalanannya,hanya diam mematung dengan penuh rasa ketakutan,kalau nanti kanjeng bupati akan marah dan menghukumnya,karena ia tidak bisa menjaga amanat dari kanjeng panembahan untuk di berikan kepadanya.Melihat rupa utusannya yang sangat aneh,kanjeng bupati pun melihat isi di dalam kantung itu,ternyata hanya tiga siung bawang merah saja, sambil berpikir dan memerhatikan bawang merah itu,seraya ia berkata;"Inilah jawaban dari kanjeng panembahan,bahwa hanya tiga keturunan saja,yang akan menduduki di pemerintahan?"ucapnya mendapatkan jawaban arti tiga bawang merah itu,sambil meninggalkan utusannya itu yang masih merasa ketakutan.
Ramalan itu pun benar adanya,sesudah Kanjeng pangeran Warsokusumo lengser,lalu di teruskan oleh putranya yang bernama Kanjeng pangeran Sosrohadinegoro sampai beliau wafat masa jabatannya,setelah itu di gantikan saudaranya yang bernama Warsohadiningrat masa jabatannya pun sampai ia wafat,dan setelah itu yang menjadi bupati di daerah blitar bukan lagi dari keturunan Warsokusumo.Setelah Kanjeng Warsokusumo wafat,beliau mendatangi sang panembahan tanpa wujud,dan memohon supaya ia di jadikan sebagai muridnya walaupun sudah tiada,sang panembahan pun menyanggupi permohonannya,dan di beri julukkan "SENGGORO KRESNO" karena ia menjadi muridnya setelah menjadi ruh dan selamanya mengikuti sang guru besar.
Karena ramalan itu Ki Ageng Djugo pun menjadi terkenal di mana-mana, bukan hanya di pulau jawa saja,kalimantan dan sumatra pun terdengar namanya,bahkan sampai sekarang sudah terdengar sampai asia tenggara, semisal singapore,malaysia sampai china.
(Ki Baharuddin-Sengoro Bumi):
Lain cerita lagi,yang menarik untuk di simak riwayatnya.
Setelahnya nama Mbah djugo menjadi terkenal kemana-mana,banyak sekali yang penasaran dengan kesaktiannya Mbah djugo,dan banyak juga yang datang ke padepokannya,bukan hanya sekedar meminta obat atau memohon berkah,akan tetapi ingin mencoba ilmunya sang panembahan.
Pada waktu itu datang seorang pendekar yang gagah perkasa,kulitnya hitam, dan raut mukanya bringasan,datang jauh-jauh ingin mencoba ilmu sang panembahan.
Dia bernama Baharuddin berasal dari banten, pendekar terbaik dari perkumpulan Gagak Handoko,orangnya berani dan kulitnya kebal dengan senjata,Ia mengira bahwa sang guru besar pun memiliki kesaktian seperti beliau,di depan gapura padepokan,Ia teriak-teriak memanggil nama sang panembahan,sampai orang-orang yang di dalam padepokan pun ikut keluar mengiringi sang guru,sampai di pendopo sang guru menjawab panggilan pendekar itu,lalu baharudin pun menghampiri sang panembahan seraya berkata;"Kyai..saya sudah mendengar kabar-kabar,kalau di desa ini ada seseorang yang sakti mandraguna,dan saya datang kesini ingin mencobanya sampai dimana kesaktiannya"Ucapnya dengan nada yang sombong,mendengar ucapan pendekar itu sang panembahan berkata sambil tertawa;"Kisanak,, engkau masih muda dan perkasa,apakah tidak malu melawan dengan kakek-kakek tua yang sudah jompo ini,yang sudah tidak memiliki tenaga" Mendengar ucapan dari mulut sang panembahan,baharudin merasa tidak puas dan bertambah jengkel,sepertinya sang panembahan ini memandang sebelah mata kemampuannya,dia berbicara dalam hatinya.Karena sang guru bisa melihat bahasa tubuhnya yang tidak puas dengan jawaban sang guru,lalu beliau pun berkata;"Berapakah kuatnya badan manusia?...sedangkan gunung pun akan meletus jika tiba waktunya.Aku tidak ingin melihat kesaktianmu kisanak,tapi melihat dari wajahmu yang merasa tidak puas,biarlah engkau sendiri yang nanti mengetahui sampai di mana kesaktianmu itu?"Berbarengan dengan selesainya ucapan sang guru,tiba-tiba keluar dari tanah segerombolan semut hitam yang menyerang dan menggigiti baharudin sampai menutupi seluruh badannya,dengan rasa yang sakit dan gatal di sekujur badannya, baharudin pun sampai berguling-guling seraya berkata lirih; "Ampun...ampun..kyai"ucapnya dengan gelisah menahan rasa sakit dan gatal Dan Orang-orang yang melihatnya pun merasa kaget,dari mana datangnya semut-semut sebanyak itu.
Karena sang panembahan tidak tega melihat penderitaannya,beliau pun berkata;"huwis..huwis..huwis..?jangan siksa lagi anak muda itu"Ucapnya sambil memukul-mukul tanah dengan telapak tangannya,lalu semut-semut itu pun menghentikan serangannya dan pergi seketika,tidak ada yang tahu kemana semut-semut itu lenyap seperti di telan bumi saja,sampai tidak ada satu ekor pun yang menempel di tubuhnya baharudin.
Serentak orang-orang yang melihatnya memohon ampun kepada sang panembahan menjadi tertawa terbahak-bahak,karena baharudin datang ke padepokan dengan kesombongan,dan dia ternyata kalah dengan kesombongan nya sendiri,sampai-sampai sang panembahan ikut tersenyum melihatnya,entah apa arti senyumannya itu? apakah merasa senang melihat baharudin menyadari kesalahannya ataukah yang lainnya.Di antara orang-orang yang menertawai baharudin,hanya R.m.Imam sudjono yang tidak tertawa apalagi tersenyum,lalu sang panembahan menghampiri baharudin yang masih terkulai di tanah dan mengangkat tubuhnya,seraya berkata;"Ternyata kulitmu tidak kebal kisanak,di gigit semut pun kamu masih tidak tahan".Ucapnya sambil tersenyum penuh kasih kepadanya,dengan rasa malu dan takut ia pun langsung sungkem di hadapan sang panembahan,dan berkata;"Kyai..nama saya baharudin,asal dari banten?..saya memohon maaf yang sedalam-dalamnya karena berlaku kurang ajar kepadamu,jika di kenankan,saya berharap bisa menjadi muridmu dan akan mengikuti ajaranmu kyai...."katanya tetap keadaan sungkem di hadapan sang panembahan,lalu sang guru menjawab;"baharudin anakku,kamu benar-benar niat akan mengikutiku,jika kau benar-benar berniat,aku merestuinya tapi aku tidak bisa memberikan pelajaran kesaktian atau pun ilmu apapun,karena aku tidak memiliki ilmu seperti itu"Ucapnya penuh bijaksana sambil merangkul baharudin untuk berdiri dari sungkemnya.
Akhirnya baharudin pun tinggal di desa djugo,menjadi murid sang panembahan di padepokan. 
Memang dasarnya baharudin itu sifatnya brangasan dan pemarah,hingga pada suatu hari dia dan R.m.Imam sudjono pernah cekcok mulut,untungnya sampai tidak terjadi perkelahian,karena keburu ketahuan Mbah djugo dan langsung memisahkannya,kalau saja tidak di pisahkan dan tidak datangnya sang panembahan bisa terjadi sesuatu yang hebat,setelah kejadian tersebut maka Kanjeng Mbah djugo memberi julukkan kepadanya SENGGORO BUMI karena sifatnya brangasan dan pemarah.

ket: Mereka adalah pengikut setianya sang panembahan,sampai akhirnya pun mereka masih setia menemaninya,mudah-mudah kita bisa menjadi pengikutnya setia yang di restui olehnya.Amin
Dan cerita di bawah ini pun sama orang-orang yang mengerti akan ucapan Hatur suwun kepada sang panembahan yang penuh welas asih.
(Tjan Thian-Buto inggis/Pak Sipat):
Ada lagi suatu cerita,pertemuan sang panembahan dengan orang-orang yang setia kepada beliau,dia adalah tjan thian keturunan tionghwa yang pekerjaannya suka mengukur jalan untuk pembuatan jalan kereta.
Pada masa itu ada proyek pembuatan jalan kereta antara Malang-Blitar yang sedang di rencanakan,di antara pegawai anemer pemborong pekerjaan itu, Tjan thian termasuk pegawai proyek di situ,hanya bagiannya saja yang lain,ia sebagai tukang ukur jalannya saja,karena kebiasaannya suka bermaksiat, maka ia pun terjangkit penyakit kelamin yang sangat parah,dan dia pun menjadi strees,karena penyakitnya tak kunjung sembuh walaupun sudah segala cara dia tempuh,berharap penyakitnya bisa sembuh sedia kala,akan tetapi hasilnya nihil,sampai-sampai dia pun ingin mengakhiri hidupnya dengan cara memotong kemaluannya itu.Dengan badan terkulai lemas di ruang tengah tempat tinggalnya,di bagian bawah perutnya sampai paha,sudah bersimbah darah yang keluar dari kemaluannya,akibat di potong oleh tjan thian.
Antara sadar dan tidak sadar tjan thian melihat sesosok kakek tua menghampirinya seraya berkata;"Belum waktunya nak...kau mengakhiri hidupmu,karena mati bukan jalan yang terbaik"terdengar sayu-sayu di telinga tjan thian,akhirnya tjan thian pun tersadar dari kelakuannya yang putus asa, dan Mbah djugo pun mengobatinya hingga sembuh sedia kala,dan ia pun berkerja lagi seperti biasa.
Dan tjan thian pun ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada sang panembahan adalah selalu datang kepadepokan dua atau tiga kali dalam seminggu,walaupun hanya sekedar sowan,dan terkadang ia suka menginap di padepokan bersama sang panembahan,Tjan thian sangat setia dan berbakti kepada Mbah djugo,apa pun yang di perintahkan oleh sang panembahan tidak ada kata menolak dari mulutnya,maka dari pada itu sang guru besar pun sangat sayang kepadanya,karena seringnya tjan thian sering datang ke padepokan,penduduk sekitar pun menjadi kenal kepadanya,tapi untuk menyebut namanya terlalu sulit maka orang-orang memanggilnya Pak SIPAT, karena pekerjaannya sebagai tukang sipat jalan atau tanda jalan,dan Mbah djugo memberi julukkan BUTO INGGIS,karena mbah djugo menemuinya sedang putus asa.
Banyak orang-orang yang menanya kedekatan Mbah Djugo dengan keturunan tiong hwa,apalagi setelah kedatangan Tan Giok tjwa atau Mbah Tasiman yang sangat mengejutkan dengan penuturan waktu yang lalu,apakah benar Mbah Djugo mengembara sampai ke china,ataukah beliau memang berasal dari China,dan misalnya tidak berasalnya dari dua-duanya,lalu dari manakah asal-usul Mbah djugo sebenarnya?....
Banyak orang yang ingin mengetahui asalnya Mbah Djugo,akan tetapi setiap orang bertanya pada beliau?,beliau pun tidak pernah mau cerita masa lalunya yang sudah lewat, karena sebab inilah cerita riwayat beliau banyak yang mereka-reka saja, sampai dari keraton-keraton mencatat sepak terjangnya bahkan tanggal lahirnya,bahwa beliau dari sini dan dari situ.Karena banyaknya orang yang mempertanyakan asal-usulnya sang panembahan,yang mungkin bisa membuat luka di dalam sanubari beliau,lantas beliau pun berkata;"Hai.. anak-anakku,sekarang coba kalian pikir baik-baik,umpama kalian berdiri menghadap ke utara,maka dirimu ada di mana?"ucapnya lirih,memberikan suatu teka-teki,di hadapan sang panembahan yang mempertanyakan asal-usulnya itu saling berbisik,dan berusaha menebak teka-tekinya.Lalu di antara orang-orang itu ada yang menjawab pertanyaannya;"Ada di sebelah selatan..kyai"jawabnya penuh percaya diri"Sekarang kamu tidak usah pindah dari arah situ"kata sang panembahan menambahkan teka-tekinya"Dan Bagaimana caranya kamu bisa berpindah,dari arah utara ke selatan?" kembali ruangan itu pun menjadi berisik,karena saling kebingungan mencari jawabannya,begitu pun orang yang awal menjawabnya,sama-sama menjadi bingung akan pertanyaan dari sang panembahan,karena melihat semuanya kebingungan dan tidak mengerti jawabannya,akhirnya sang guru pun menjelaskan;"Sekarang kamu balikkan badanmu"memberi perintah kepada orang yang awal menjawab,lalu ia pun menuruti perintahnya membalikkan badannya;"sekarang kamu berada di mana?"kata sang panembahan,lalu orang itu menjawab"Ada di sebelah selatan kyai"Jawabnya membelakangi sang guru "Nah...Sekarang sudah jelas,arah utara dan selatan adalah satu rupa saja,walau pun kalian tidak merubah posisi dudukmu,apalagi antara negeri cina atau pun pulau jawa itu pun tidak ada bedanya?...jadi dimana pun bumi kita pijak di situ kalian mesti bertindak,berikan sesuatu yang berarti di mana pun kalian menetap"Ucapnya menjelaskan kepada mereka.
Akan tetapi banyak dari mereka yang belum mengerti arti jawaban itu,dan ada juga yang mengerti maksudnya,meski pun ada juga yang belum mengerti, akan tetapi Mbah djugo tidak menjelaskannya lebih jauh.
ket: Maksud jawaban itu adalah,jangan di pertanyakan asal-usulnya beliau, kalian cukup kenal yang sekarang Mbah djugo lakukan kepada kalian,semakin kita banyak tahu,semakin kita kesasar,karean semuanya adalah proses hukum sebab akibat.
Ini cerita Tan giok tjwa atau Mbah tasiman,pada suatu ketika ia ingin berpamitan kepada Mbah djugo,mau ke blitar ada sesuatu urusan yang mendadak,sewaktu Mbah tasiman menemui sang guru dan berniat berpamitan, sang guru lalu berkata;"Potong dulu kuncirmu itu anakku,nanti kamu bakal dapat masalah jika tidak di potong"katanya memberitahukan kepadanya,tapi Mbah tasiman tidak mendengarkan peringatan gurunya,karena kuncir itu adalah harkat martabatnya ia sewaktu di tiongkok,Mbah djugo memperingatinya karena ini bukan di tiongkok lagi.Lalu dia paksakan pergi ke blitar dengan kuncirnya,sewaktu dalam perjalanannya,ternyata benar saja giok tjwa di tangkap polisi dan di denda oleh pengadilan pasal F25,dan membayar denda sebesar 10ringgit,kalau tidak di bayar maka akan kena hukuman penjara 1 bulan,dengan rasa menyesal dan takut,ia pun kembali ke padepokan,walaupun pulang dengan rasa bersalah,karena tidak mendengarkan nasehat gurunya.
Sewaktu giok tjwa sampai di padepokan,Mbah jugo sedang berada di pendopo belum giok tjwa,mbah djugo langsung berkata;"Tidak jadi ke blitar siman?... perintahku demi kebaikkan dirimu dan keturunan yang lainnya,nanti anak cucuku,harus kamu beritahukan agar memotong kuncirnya".ucapnya seakan tahu apa yang di alami giok tjwa,lalu sang guru menatap kearah tempat tidurnya;"Uang denda harus kamu bayar?..itu di bawah tikar tempat tidurmu ada uang 10ringgit,..ambillah"Mendengar ucapan gurunya,dia langsung percaya,dan bergegas menghampiri tempat tidurnya.Sungguh ajaib sekali,ketika giok tjwa membuka tikarnya betul-betul di situ ada uang 10ringgit,pas untuk membayar dendanya.
Cepat-cepat giok tjwa pun membayar dendanya dan langsung memotong kuncirnya,karena ia pun berpikir di sini bukan di tiongkok lagi.

Sabtu, 29 Januari 2011

PERJALANAN SANG GURU BESAR 3

        *SANG GURU BESAR EYANG DJUGO*


2.DI JALA SUTRA :
Sudah lama sang wiku berdiam di desa djugo,pada suatu pagi ada seseorang yang melihat rumah padepokannya kosong,sang resi tidak ada di tempatnya,ia menanya tidak ada yang tahu kemana sang guru ini pergi,lalu ia menunggunya dari sore hingga ke esokkannya sang guru tetap saja tak kunjung pulang,maka keadaan di sana menjadi gempar,orang-orang sama bingung harus mencari kemana,laksana kawanan pitik yang tinggal induknya.
Dengan segera orang-orang itu berbondong-bondong memberi kabar berita kepada  kanjeng bupati blitar,ia pun binggung dan kaget harus mencari kemana sang guru perginya,lalu ia memerintahkan semua perangkat desa seluruhnya turut membantu mencari sang guru besar,jikalau berjumpa supaya di mohon pulang ke padepokannya atau setidak-tidaknya perangkat desa yang menjumpainya lekas memberi kabar kepada kanjeng bupati.
Tidak lama kemudian pamongpraja daerah Lodoyo memberi laporan,bahwa panembahan djugo terlihat di jalasutra,yaitu pesisir pantai di tepi laut kidul yang pemandangannya begitu indah,akan tetapi jarang orang yang mau datang ke tempat itu,menurut kepercayaan warga desa setempat di situ adalah pusat kedudukan bala tentaranya NI GEDE ROKIDUL bagian darat,yang sudah pasti tempat itu angker dan gawatnya keliwat-liwat.
Segera kanjeng bupati memerintahkan bawahannya yang bernyali besar dan berani menerobos hutan rungkut yang penuh rotan dan duri,melewati rawa-rawa yang becek dan penuh gelagah alang-alang,lalu ramai-ramai ia pergi ke jalasutra dengan perbekalan yang cukup dan persenjataan lengkap untuk melindungi dari binatang buas,karena di hutan itu banyak sekali binatang buas,terutama jika banteng datang bisa beribu-ribu ekor dan berlarian membabi buta,tidak perduli siapa yang di hadapannya.
Sekian banyak rintangan yang mereka lalui,akhirnya mereka menemukan sang resi yang sedang duduk termenung seorang diri di atas batu karang,matanya memandang kearah barat daya,di mana terlihat sebuah pulau kecil dan tanahnya yang berbukit tinggi menjulang di tengah laut,nama bukit itu di beri nama oleh penduduk setempat gunung Jengger.Bukit terdiri dari batuan karang,memang terlihat indah jikalau di pandang dari ke jauhan,akan tetapi bukit itu banyak menyimpan misteri dan cerita yang memilukan hati, keberadaan pulau itu  yang membuat indah karena di antara lautan yang membentang dan langit yang biru nan suci,tapi berdiri di tengah kesunyian yang tak terbatas.
Ki Ageng Djugo memandangi bukit sambil duduk di atas karang,tanpa sadar  sampai berlinang air mata,seakan-akan beliau mengetahui cerita kepiluan bukit itu,meski pun deburan ombak laut selatan terkenal besar dan tinggi, akan tetapi tidak memecahkan lamunan sang penembahan,seolah-olah beliau larut kedalam mimpi,seakan terhipnotis dengan suara gumuruhnya ombak tersebut.
Ketika orang-orang suruhan kanjeng bupati sampai dan berkerumun di dekatnya,barulah sang panembahan tersadar dalam lamunannya dan beliau menoleh kearah mereka dan membalikkan badannya,lalu salah satu seorang dari mereka maju menghadap sang wiku dengan berjalan jongkok dan memberitahu jikalau ia di perintah oleh kanjeng bupati,ia berkata;"Sungeng rawuh panembahan..saya di perintah oleh kanjeng bupati untuk menjemput panembahan untuk pulang ke djugo,karena di padepokan banyak sekali orang yang menunggu panembahan untuk meminta obat,karena banyak dari mereka tempat tinggalnya yang jauh..?Jika berkenan panembahan lekas pulang bersama kami" ucapnya dengan penuh rasa hormat.
Mendengar ucapan utusannya kanjeng bupati,lalu beliau berkata; "Kalian semua pulanglah lebih dulu,aku akan menyusul belakangan" ucap sang panembahan memerintah mereka semua,lalu beliau membalikkan badannya lagi menghadap bukit yang berada di tengah laut tersebut,dan mereka saling berpandangan dengan yang lainnya,karena mereka tidak bisa membawa sang wiku pulang bersama mereka,harus kasih jawaban apa nanti ke kanjeng bupati dan mereka tidak berani membantah panembahan.Dengan perasaan kebingungan mereka pulang meninggalkan panembahan yang terus duduk diam di batu karang tersebut seorang diri.
Maka terjadilah sebuah keanehan yang membuat mereka terheran-heran, sesampainya mereka di desa djugo,ternyata sang panembahan sudah berada di dalam rumah padepokannya yang sedang di kerumuni orang-orang yang memohon obat dan keberkahan dari sang panembahan.
Menurut cerita orang-orang tua yang berada di Binangun,Gondangtapen, Sidodadi dan tempat lain-lainnya.Di bawah gunung KENDENG dan di sepanjang pesisirnya laut selatan,ternyata di atasnya gunung jengger terdapat sebuah makam cina kuno,kuburan dari seorang putri cina (di pragrap akhir di bahas) kalau kesepuhan setempat tidak ada yang tahu riwayat putri cina tersebut.
Di sini awal cerita suatu legenda JALASUTRA,oleh penduduk setempat menjadi dongeng yang biasa di ceritakan di waktu malam dengan diiringi MEMPETIL RINDING sebuah alat tabuhan yang di sukai anak-anak gadis desa setempat di jaman dahulu.
Pada zaman dahulu ada salah seorang putranya raja jenggala yang bernama Raden Pandji pudjalaksana,seorang pangerang yang halus budi pekertinya, rupanya ganteng,bicaranya lemah lembut dan ia pun tidak belajar peperangan ataupun seni beladiri,tidak seperti saudara-saudaranya lain atau prajurit-prajurit ayahandanya yang suka dengan peperangan dan kekerasan.Tiap hari ke sukaannya raden pandji ialah menekung muja semedi (meditasi di tempat sunyi) berdoa supaya dunia menjadi aman dan bahagia.
Pada suatu hari raden pandji di ajak saudara-saudaranya berburu ke dalam hutan,tetapi ia tidak mau membawa senjata apapun,beda dengan saudaranya yang membawa komplit persenjataan buruan,ketika sauradaranya sedang membidik binatang buruan,raden pandji malah sedang asik memandang daun-daun pohon yang tertiup angin dan melambai-lambai seakan mengajaknya pergi dari hutan tersebut.
Akhrinya mereka terpisah,karena saudaranya sedang mengejar hasil buruan, raden pandji malah ke semsem dengan suasana di dalam hutan yang damai riuh suara burung yang berkicau sangat indah membuat terus berjalan lain arah dengan saudaranya,semakin lama semakin jauh ia memasuki hutan.Hari semakin senja saudaranya pun jalan ke istana tanpa menyadari raden pandji tertinggal di hutan itu,dan raden pandji pun menyadari kalau ia itu sudah kesasar di dalam hutan,karena ia sudah terbiasa menekung muja semedi,maka ia tidak takut walaupun tersesat di hutan sendirian,beliau pun terus berjalan mengikuti jalan setapak di dalam hutan,dan akhirnya sampailah ia di pesisir pantai dan tidak ada seorang pun disitu,kecuali deburan ombak dan suara angin yang menderu,tapi tak tampak pun rasa kekhawatiran di mukanya walaupun matahari mulai terbenam di ufuk barat,ia terus melanjutkan perjalanannya melalui pesisir pantai yang mulai gelap,sesampainya ia di kaki gunung jengger,mendadak raden pandji mendengar suara tangis perempuan di atas bukit itu,seketika ia mencari tahu dan berenang menuju ke bukit itu, walaupun bukit itu di penuhi batu karang,sesampainya di atas karang beliau melihat seorang gadis remaja putri,parasnya cantik,rambutnya hitam,kulitnya kuning,matanya sipit handamar kanginan sedang menangis ketakutan karena hendak turun tapi tidak berani,tanpa berpikir yang aneh-aneh lagi raden pandji membantu putri dara itu turun dari bukit karang itu,karena mana mungkin seorang dara sendirian di atas bukit terus cantik lagi,kalau bukan dari bangsa siluman pasti dari bangsa jin,tapi raden pandji tidak berpikir demikian,yang paling utama adalah menolongnya dari tepi laut ke pasir yang kering.
Setelah hilang rasa takut dari seorang dara itu,raden pandji menanyakan; "Gadis siapakah namamu dan berasal dari mana kamu?...dan kenapa bisa diatas karang yang tinggi itu?"Ucapnya sambil menenangkan putri dara itu.Dara itu pun menjawab pertanyaan raden pandji; "Namaku Ong hwa,,aku adalah putri seorang raja cina yang di cengkram oleh burung garuda raksasa dari gunung siam,hingga aku di lepaskan di atas batu karang ini"ucapnya sambil ambil nafas dalam-dalam,ternyata gurung garuda raksasa itu mau membalas dendam dengan ayahandanya putri itu,karena banyak rakyat burung garuda itu di binasakan oleh ayahnya putri tersebut,makanya putri raja di bawa pergi dari cina dan di lepaskan di atas gunung jengger,supaya di lahap oleh iblis dedemit rakyatnya NI GEDE ROKIDUL.Setelah nafasnya sudah kembali tenang putri itu berkata;"Sebagai tanda terima kasihku kepada taruna,maka aku pasrahkan semua jiwa ragaku kepadamu taruna"Ucapnya terbata-bata dengan logat cina dan belum mengetahui nama sang pangeran ini.Lalu raden pandji pun merasa bingung,karena beliau sudah berjanji kepada dewata,bahwa ia melakukan Brahmacarya,yaitu tidak akan menikah selama hidupnya,dan beliau menolong dara itu pun dengan hati yang ikhlas tanpa pamrih,lalu raden pandji pun menjelaskan kepada putri itu;"putri..bukannya aku tidak bisa menerima atas tawaranmu,akan tetapi aku sudah berjanji kepada dewata bahwa aku tidak menikah seumur hidupku? lebih kamu dan aku menjadi saudara saja supaya hubungan kita semakin dekat tanpa perlu ada yang tersakiti? lebih sekarang ikut saya ke kerajaan jenggala di mana tempat saya tinggal"Ucap raden pandji meyakinkan dara itu,setelah mendengar penolakkan yang halus dari sang rader,dara itu pun merasa sedih dan malu,lalu dara itu berkata;"Aku tidak akan ikut denganmu ke kerajaan jenggala?..jika kau tidak mau menjadi pasanganku,lebih baik aku mati daripada hidup di dalam istana ayahanda yang bukan siapa-siapa aku,apalagi cuma sekedar saudara yang bukan dari negeri taruna?"Ucapnya sambil terisak-isak sedih,Dan raden pandji pun semakin kebingungan dan mencoba mencari akal bagaimana supaya ia tidak melanggar janji kepada dewata dan dara ini pun tidak memutuskan bunuh diri ke dalam laut yang ombaknya semakin lama semakin menderu kencang,beliau menemukan caranya dan berkata kepada dara itu;"Baiklah jikalau putri tidak mau ikut dengan aku ke jenggala,dan aku akan bersama kamu di gunung jengger ini" Ucapnya menenangkan dara itu,supaya dara itu tidak kecewa.
Akhirnya raden pandji dan putri cina yang Ong hwa itu pun tinggal di gunung jengger,ia mendirikan sebuah gubuk di tepi hutan dekat pesisir laut,untuk menjauhi hal-hal yang senggama,maka ia buat gubuk itu dua kamar,satu untuk sang putri dan satu lagi untuk raden.Hari berganti hari,bulan berganti tahun mereka jalani hidup berdua tanpa ada persetubuhan layaknya suami istri, meski pun mereka berdua sudah jatuh cinta,tetapi terhalang dengan janji satria yang wataknya tidak akan berubah meski sengsara ataupun mati,maka kasih cintanya tidak berwujud,sama-sama rindu dalam penderitaan.
Untuk melupakan duka melipur hati,kedua pasangan ini sering terlihat menjala ikan jikalau ombak tidak besar,jala yang di pakainya adalah JALA SUTRA, dan bila jala itu setelah di gunakan,sering di jemur di atas pohon beringin,bila di lihat dari kejauhan terlihat seperti berkilau-kilau,bila tersorot sinar matahari.Bertahun-tahun kedua taruna ini berhubungan yang aneh,akibat tinggal di pesisir pantai mereka berdua pun makan seada-adanya,sampai putri itu sakit dan menghembuskan nafasnya,dalam keadaan yang sekarat putri itu berpesan kepada raden pandji ia berkata dengan terbata-bata;"Raden aku akan terus mencintaimu walaupun aku meninggalkanmu sendiri di sini,aku akan menitis kembali ke daerah mataram,dan akan menjadi lelaki,dan akan mengikuti raden sampai akhir hayatku lagi"Ucapnya sambil menghembus nafas akhirnya.
Agar kecintaannya terus ada kepada sang putri,maka raden memakamkannya di gunung jengger,dan akan selalu mengingat kemesraannya tanpa senggama, sementara raden pandji tidak lekas meninggalkan gunung jengger,hanya selalu selalu termenung dan matanya termemandang ke gunung jengger,karena jiwanya sudah separuh hilang, bersama kekasihnya yang telah pergi meninggalkan dunia ini,terlintas mengenang semasa hidupnya yang di liputi rasa rindu asmara,tapi hanya dengan saling pandang-pandangan saja,penderitaan cinta suci yang di halangi tembok crystal yang sangat tebal dan kokoh,untuk memegang tangannya pun sulit,sekarang sang puja hati sudah menutup mata menyesal pun tiada arti, tinggal raden pandji hidup dalam kehidupan yang kosong dan sunyi,akhirnya ia pun meninggalkan pantai jala sutra dan tidak kembali ke jenggala,entah dimana rimbanya sekarang.
Dan pohon beringin yang di buat untuk menjemur jala sutra tersebut akhirnya di hancurkan oleh jepang,karena untuk pembuataan benteng pertahanan.
Ada ketertalian apa antara sang guru besar dengan putri cina tersebut? kenapa beliau memandang gunung jengger itu dengan menitikkan air mata?

Begini ceritanya;Sewaktu terjadi pembantaian besar-besaran anak perempuan yang berada di cina,jendral chung phing meminta bantuan sahabatnya jendral Thian djin untuk membawa adiknya itu ke tempat yang aman,karena beliau tidak mau adiknya itu menjadi korban kebiadaban rajanya untuk membunuh anak perempuan ataupun sudah remaja,dengan kesaktiannya jendral thian djin,ia pun merubah wujud menjadi seekor burung raksasa dan mencengkram adiknya dengan cakarnya sampai ke tanah jawa.Setelah pembantaian itu reda sang guru besar pun mencarinya ke tanah jawa bersama laksamana Cheng he Maka daripada itu beliau mencari kabarnya dari satu desa ke desa lainnya sampai menetap di desa djugo,terdengar kabar bahwa adiknya sudah meninggal dan di makamkan di gunung jengger,maka sang guru duduk memandangi gunung jengger bukan sebagai raden pandji,terdengar kabar yang tersiar bahwa adiknya hidup bersama tanpa ada persenggamaan dengan raden pandji,sang guru pun sekalian mencarinya,karena raden pandji mempunyai budi pekerti yang sangat luhur,dan sampai itu pun sang panembahan tidak pernah mendengar kabarnya raden pandji,beliau selalu menunggu di desa djugo sampai raden pandji menemui beliau.
Ceritanya lanjut ke segmen; Imam sudjono

Minggu, 23 Januari 2011

PERJALANAN SANG GURU BESAR 2

3.KI GEMPLO :
Kejadian ini di Caruban daerah Madiun,Pada suatu hari,ada seseorang yang menunggangi kuda besar berbulu lebat,celananya panjang,bajunya cara mataram,hingga nampak angker dan gagah.
Karena terlalu cepat memacu kuda,tiba-tiba kuda itu terjungkal ke tanah akibat terserimpat sebuah keranjang sampah kotoran yang di lempar ke tengah jalan.
laksana pendekar si penunggang kuda meloncat dari pelananya karna kudanya tersungkur ke tanah,lelaki itu lantas membantu kuda untuk berdiri kembali,dengan raut muka yang ke bingungan,ia menoleh kesana kemari,seperti seorang lagi bertanya-tanya mengapa banyak sekali sampah dan kotoran yang di buang semua-maunya saja,hingga keadaan di situ menjadi musam dan kotor.
Dengan suara yang lantang dan keras hingga orang-orang yang dari kejauhan pun terdengar oleh suaranya,lelaki itu berteriak "Saudara-saudara,jangalah membuangi sampah dan kotoran semau-maunya,bersihkanlah kampung halamanmu,karna tidak lama lagi akan ada malapetaka penyakit menular,yang akan membawa kesengsaraan bagi semuanya"Setelah meneriaki warga kampung,lantas lelaki itu melanjutkan perjalananya menuju kesebelah timur.
Rupanya penduduk kampung caruban tidak menghiraukan peringatan lelaki tersebut,tidak berselang lama dan mungkin tapak kaki kuda itu pun belum terhapus,wabah penyakit pun datang dengan membabi buta dengan dahsyatnya wadah itu merenggut penduduk caruban,sampai ada yang mengatakan;sakit sore,pagi meninggal-sakit pagi,sore meninggal.
Penduduk kampung pun di selimut rasa ketakutan yang sangat dalam,takut orang yang terkasihnya meninggal sangat mengenaskan karna wabah penyakit tersebut,Desa caruban menjadi sunyi,isak tangis terdengar di setiap rumah karna terlalu banyak yang meninggal setiap harinya.Terlarut dalam kesedihan dan ketakutan,tiba-tiba datang seseorang tua ke desa tersebut ia mengunakan tudung topi (caping) yang biasa di gunakan tukang angon bebek,membawa tongkat dan berjalan dengan perlahan-lahan,sampai-sampai bunyi tongkatnya pun terdengar jika menyentuh tanah keras yang di laluinya.
Ketika orang tua itu sedang berjalan dan melalui sebuah rumah seorang perempuan,terdengar samar-samar antara rintihan dan tangisan dari dalam rumah itu,lalu orang tua itu menghampiri rumah tersebut,kakinya melangkah perlahan menuju rumah dan seraya menanyakan ada kejadian apa yang membuat perempuan itu bersedih,lantas perempuan tersebut memberitahukan bahwa suaminya telah meninggal karna terserang wabah penyakit,sebelum meninggal suaminya sering mengeluh perutnya sakit dan muntah-muntah,dan anaknya yang paling besar pun sama penyakitnya sampai akhirnya mereka meninggal semuanya,sekarang anaknya yang paling kecil mulai tertular tinggal menunggu ajalnya saja,makanya perempuan itu menangis dan merintih karna ia tidak akan hidup lagi jikalau di tinggalkan mereka semua orang-orang yang tercinta.
Lalu orang tua itu meminta air satu gayung,sesudah di tiup tiga kali lalu air itu di minumkan dan di oles-oleskan kekepala anak yang sakit tersebut,lantas tidak berapa lama anak itu langsung sembuh seperti sedia kala,bisa bicara dan dapat duduk kembali.
Setelah dari rumah perempuan tersebut lalu orang tua itu menyambangi rumah-rumah yang lain yang juga tertimpa musibah tersebut,lalu di obatinya.
Hingga lambat laun warga desa tersebut sudah banyak sanak saudara yang tersembuhkan oleh orang tua itu.
Sebentar saja seluruh Caruban menjadi gempar atas kedatangan orang tua sakti yang welas asih,ucapan syukur dan terima kasih yang tiada kesudahan,banyak warga yang meminta dan memohon supaya orang tua itu berkenan menginap di rumahnya saja,tetapi orang tua itu menolak dengan nada yang penuh welas asih,ia lebih suka tidur di dalam gubug di tengah sawah keesokkannya beliau datang lagi mengidar ke seluruh kampung untuk melanjutkan DANAHUSADAnya,sehingga yang menderita menjadi sembuh dan hawa udara tersebut kembali bersih dan sehat kembali.
Warga penduduk caruban ingin mengetahui siapa gerangan nama orang tua sakti itu,maka salah satu warga memberanikan diri mempertanyakan nama beliau; "Siapa sebenarnya namanya kyai dan darimana datangnya kyai?" Dengan rupa yang bijaksana sang guru besar,di selingi senyuman yang sejuk beliau menjawab pertanyaan orang tersebut;
"Namaku KI GEMPLO,datang dari tempatmu dan akan pergi ke tempatmu" demikian jawabannya,seperti acuh tak acuh,maka orang-orang yang bisa berpikir saling menanya dalam hatinya; Apakah betul namanya orang tua itu KI GEMPLO?"karna waktu menjawab itu,rupanya seperti yang tidak ada minat untuk menjawabnya.
Tetapi ada orang yang masih mengingatnya,rupa orang tua sakti itu ada mirip dengan si penunggang kuda yang dulu pernah menasehati supaya warga desa caruban membersihkan kampung halamannya.Tanda-tandanya yang nyata ialah daun telinga yang besar,tidak ada yang memiliki lagi,orang yang memiliki telinga sedemikian besarnya.
Sesudah caruban bersih dari wabah penyakit dan warga desa terbebas dari rasa ketakutan,maka Ki gemplo pun menghilang dan pergi kearah timur,tak ada orang lain yang mengetahui ia akan pergi kemana.Hanya lewat beberapa bulan kemudian,di waktu tengah malam warga desa ada yang mendengar suara kaki kuda yang berjalan dari timur mengarah ke barat,dan sesudah itu tidak terdengar lagi kabar Ki gemplo,lambat laun warga desa pun sudah melupakan perjalanan sang guru besar.
4.KI JENGGOT :
Setiap pagi hari kampung ini sudah ramai dengan orang yang berlalu lalang,karena mereka kebanyakkan adalah kuli-kuli yang hendak pergi ke tempat pekerjaannya,membuat bendungan di kali kedungkandang dan kali Mojo di daerah MALANG.
Diantara sekian banyak orang yang sering berlalu lalang,ada seseorang yang suka memerhatikan,nampak seorang tua berjenggot panjang,tapi ia tidak turut bekerja dengan yang lainnya,hanya sesekali berjumpa di tengah jalan, sewaktu di tempat pekerjaan,sebanyak orang di tempat itu tiada satu pun yang menghiraukannya,karena mereka mengerjakan tugasnya masing-masing.
Pada suatu ketika,dimana kuli-kuli sedang beristirahat di tengah hari dan mereka duduk berkelompk-kelompok,dari mereka banyak yang menyempatkan diri melepaskan lelah dengan bercanda-canda,ada yang mengobrol dengan serius,ada juga yang tertidur di bawah pohon.Tetapi di antara mereka ada yang menyapa Ki jenggot,karena orang yang menyapa tadi teringat dengan orang tua itu,beliau sering mendekati jikalau ada orang yang sedang mengcakul tanah,satu waktu beliau mengambil tanah tersebut dan memerhatikannya dengan seksama,banyak orang yang bingung melihat tingkah orang tua itu.Maka sewaktu dalam istirahatnya orang yang menyapa itu iseng-iseng menanyakan kepada beliau;"Pak jenggot,,,sering wara-wiri disini,sebetulnya sedang mencari apa?" dengan muka penuh kebingungan kuli itu "Saya hendak mencari tempat yang baik...nak"jawab ki jenggot yang sedang asik memerhatikan tanah paculan,entah itu nama yang sebenarnya atau bukan,tapi anehnya beliau tidak keberatan di panggil dengan sebutan Ki jenggot,mungkin beliau menganggap jenggot panjang sampai sedada.
Lalu teman di sebelahnya nyeletuk sekenanya saja"kalau mau tempat yang baik itu di pasar ki....?..karena di pasar banyak makanan enak-enak..hhahahhaha"Ki jenggot hanya tersenyum,kemudian berkata"Betul apa yang kamu katakan nak..di pasar itu adalah tempat baik,sumbernya kesenangan dan kenikmatan dunia,tapi bagi saya tidak cocok lagi,karena saya sudah tua dan gigiku pun sudah ompong".sambil tertawa berbarengan dengan kuli-kuli yang lain.
Karena keasikkan dengan candaan itu,lalu ada salah satu kuli yang nyeletuk dengan kurang ajarnya,bicara seenak perutnya saja tidak bisa membedakan ia berbicara dengan orang tua"Ki jenggot...tempat yang baik buat orang tua yaitu kuburan...."sambil menertawakan orang tua itu.Mungkin kalau orang tua biasa mendengar ngomongan seperti itu bakal marah,tetapi ki jenggot tidak nampak sedikit pun kemarahan di rupanya,hanya menjawab dengan suara menasehati dengan bijak"Betul sekali ucapanmu nak?..walaupun engkau mengucapkan tanpa sengaja,,Orang hidup perlu mendapatkan tempat yang baik begitupun orang yang mati memerlukan tempat yang baik pula,karena hidup ini hanya sementara,tetapi mati adalah pulang yang lama...ya lama sekali,hingga di rasakan tidak akan kembali lagi...".dengan nada suara yang sendu,sampai-sampai kuli yang ucapannya kurang ajar itu seperti di sadarkan sanubarinya kalau ucapannya itu menyakitkan perasaannya,awalnya yang bercanda-canda mendadak semua kuli-kuli di tempat itu seperti di paku hatinya dengan ajaran sang guru besar,walaupun tidak ada yang mengerti jelas dengan maksud ngomonga itu.
Setelah itu Ki jenggot pergi kearah barat,tidak ada yang tahu beliau pergi kemana,karena tidak ada orang yang melihatnya lagi.
Beberapa orang tua sama menduga-duga,apakah beliau itu Ki pelet atau ki badjul?ataukah orang tua itu juga ki gemplo?tentang ini tidak ada yang bisa menerangkannya.
Kemudian tidak berapa lama setelah pengerjaan dam itu hampir rampung dan mengalami jebol,tiba-tiba orang tua aneh itu muncul lagi,,,entah darimana datangnya ketika orang sedang bingung dan putus asa karena hasil pengerjaannya yang gagal pembuatan dam bendungan desa wonosari jebol.
Tatkala kanjeng bupati malang sedang memeriksa bendungan,Ki jenggot yang waktu itu berpakaian baju jubah (gamis)dengan ikat pinggang tali lawe,beliau memberi petunjuk kepada kanjeng bupati malang bahwa dam tidak akan beres dan akan terus ambruk,karena manusia sudah lupa minta izin dengan yang berbadan halus yang bersemayam di dekat dam situ. Beliau menerangkan bahwa di bawah pohon beringin tua yang di pinggir sungai,ada sebuah makam keramat yang telah terlantar,maka makam itu telah tertutup akar dan sulur pohon hingga batu tenggernya pun tidak tampak.
Seyogyanya orang harus membuat sedekah selametan di tempat itu,dengan potong kambing kendit,"do'anya kabul selamet sajennya wedang jembawuk lan arang-arang kambang yen juwadah pasar selengkapnya."  Sebelumnya selametan harus jangan lupa menabuh gamelan dengan gending kebogiro,kemudian sesudah selametanpun gending itu di tabuh sekali lagi.
Lalu nasehat orang tua berjubah itu pun di turuti oleh kanjeng bupati,maka betul saja sesudah selametan dam wonosari tidak lagi mengalami jebol atau ambruk berdiri kokoh hingga kini.
5.KI NGALIMAN :
Di desa Ngadimulia bawah kabupaten kepanjen,hidup seorang perempuan janda,namanya Mbok DIMAH yang hidupnya serba kekurangan dan miskin, tapi tidak sengsara karena hatinya selalu senang dan terima apa adanya saja hidupnya.
Di depan rumah Mbok dimah ada sebuah gentong air dan siwur (gayung yang terbuat dari batok kelapa) airnya selalu terisi dan bersih,mbok Dimah sengaja menaruh gentong itu untuk orang-orang yang berjalan di depan rumahnya, siapa saja boleh meminumnya untuk melepas dahaganya dan jikalau pun gentong itu mulai kosong mbok dimah pun akan mengisinya lagi sampai penuh.
Pada suatu hari,di mana matahari sedang di tengah ubun-ubun dan udara yang tipis karena panas yang terik sekali dimana Batara surya sedang mengginclang-ginclang di atas langit,dan warga desa pun enggan untuk keluar dari rumahnya,tapi di depan rumahnya mbok dimah lewat seorang kakek tua berjalan tanpa cerepu (alas kaki),jenggotnya panjang,kupingnya lebar.
Lalu si kakek tua itu menghampiri gentong airnya mbok dimah yang berada di samping pintu pagarnya,dan kebetulan mbok dimah sedang berada di beranda rumahnya,seraya kakek tua itu menyapa "Mbok mas,apa boleh saya menumpang istirahat sebentar?"lalu mbok dimah mendekati si kakek tua itu "Monggo..kyai..monggo,mari duduk menghilangkan rasa capek"jawab mbok dimah mempersilahkan beliau dengan ramah tamah.
Sambil duduk pandangan kakek tua itu memerhatikan sekeliling tempat tinggalnya,beliau berdiri seraya berbicara kepada mbok dimah"mbok mas,,apa perlunya menyediakan air di dalam gentong itu?"
"oh iya kyai"jawab mbok dimah menjelaskan"menurut kata orang tua-tua,baik sekali seseorang melakukan tapabrata,tetapi kalau tidak sanggup tapabrata yaa danabrata pun boleh...ya saya tidak sanggup tapabrata kyai karena saya perempuan yang bodoh,maka saya hanya bisa melalukan danabrata dan itu seada-adanya saja kyai?karena saya orang miskin tidak sanggup memberikan dana yang lebih hanya bisa seteguk air saja untuk orang yang sedang kehausan di tengah jalan.Memberikan tongkat kepada jalan yang licin itulah dana orang yang kuat,memberikan orang yang telanjang itulah dananya orang bangsawan, memberikan orang yang kelaparan itulah dananya orang kaya,saya tidak kuat kalau melaksanakan itu semua,saya cuma sanggup memberikan air untuk orang yang sedang kehausan saja,karena kesanggupan saya memang sedemikian".
mendengar jawaban mbok dimah yang miskin itu,kakek tua itu terdiam terpungun-pungun,kedua matanya mengembang air,memandang jauh ke tempat seorang yang sedang mengimpi.Tidak lama kemudian barulah beliau berkata; "Mbok mas..tanahmu ini cukup luas,jikalau di tanami buah-buah palakesimpar barangkali bisa memberi menghasilan yang baik.Kalau mbok berkenan nanti saya yang menanami dan merawatnya,mugi-mugi nanti hasilnya dapat mbok gunakan untuk danaboga dan danabusana secukup yang mbok inginkan"Ucap ki ngalimin menawarkan diri untuk meringankan beban kehidupan mbok dimah."Oh baik kyai...baik..jikalau kyai suka mengerjakannya" dengan raut muka kesenangan mbok janda itu,menerima tawaran kakek tua yang ingin membantu berdanabrata.
Maka kakek tua itu pun tinggal di tempatnya mbok dimah walaupun beliau memilih tempat tidurnya di dalam gubuk kecil yang berjauhan dari rumah mbok dimah,gubuknya pun berdekatan dengan tegalan (lahan kosong).Ke esokkan harinya kakek tua itu langsung menanam benih tanpa di garap lagi tanahnya,beliau menebar bening semangka,ketimun dan buah palakesimpar lainnya,yang anehnya benih itu langsung tumbuh yang ngerembayak gemuk dan segar-segar,maka tegalan yang dulu tandus,sebentar saja berubah menjadi hijau warnanya,sepertinya itu semua ada peran tuhan oleh kekuasaan ciptaannya.
Lalu kakek tua itu memperkenalkan diri kepada mbok dimah,kalau beliau bernama KI NGALIMIN dan mbok dimah pun menghormati beliau layaknya orang tua sendiri,dan mbok dimah pun merasa senang atas kehadiran ki ngalimin di tempatnya.
Sudah terlarut dalam kegembiraannya mbok dimah,lalu ia di kejutkan lagi dengan hasil tanamannya kakek tua itu,setelah di panen sore,pagi hari sudah berbuah lagi terus menerus,sampai-sampai mbok dimah menjadi orang kaya raya,walaupun sebagiannya hartanya di gunakan untuk dana bagi orang-orang yang paling membutuhkannya dan itu pun di lakukannya tanpa henti-henti.
Karna merasa hartanya masih berlebih,Mbok dimah kemudian membeli seperangkat gamelan untuk di pinjamkan kepada orang-orang yang ada keperluannya,karena sifat dermawannya mbok dimah maka warga desa memberi nama gamelan itu;"BONANG TIMUN GONG SEMANGKA"karena di belinya dari hasil penjualan ketimun dan semangka.
Karena mbok dimah sekarang sudah hidup serba kecukupan,bisa membayar upah untuk orang kerja di kebun dan rumahnya,mempunyai pangon (kandang) untuk sapi dan kambing.Maka sang guru besar melanjutkan perjalanannya, dan mbok dimah pun berusaha menahannya supaya sang guru besar jangan pergi,lalu beliau menasehati mbok dimah supaya mengerti "mbok mas..mbah masih ada maksud yang belum tersampaikan"ucapannya sedikit dan mbok dimah pun mengerti akan maksud itu,karena masih banyak yang harus di tolong oleh beliau.Setelah kepergiannya mbok dimah pun sudah tidak mendengar lagi kabar dari orang tua angkatnya itu sekarang dimana,bahkan lambat laut pun warga desa yang dahulu mengetahui perlahan terlupakan.
6.KI BREWOK :
Cerita ini terjadi di desa Ngantruh dekat kabupaten KEPANJEN,pada zaman dahulu desa ngantruh itu masih merupakan tanah luas dan sunyi,tetapi rumputnya sangat subur,maka daripada itu banyak di manfaatkan anak-anak angon yang menggembalakan ternaknya di desa itu,dan orang-orang tua banyak yang mengarit rumputnya untuk di jual ke pasar kepanjen.
Dan di sisi tanah luas itu ada jalan setapak yang di manfaat untuk jalan menuju hutan,karena jalannya rata dan di sebelahnya ada pohon rindang dan teduh,banyak anak-anak dan orang tua yang berteduh di sana.Apalagi jikalau matahari hampir lingsir ke ufuk barat,biasanya mereka berkumpul di bawah pohon tersebut,mau anak-anak penggembala ataupun orang dewasa,mereka berkumpul dan bersenda-gurau.
Sewaktu mereka sedang bersenda-gurau,tiba-tiba dari dalam hutan keluar seorang kakek tua yang berawakkan besar,kumisnya tebal dan brewoknya panjang,yang aneh kupingnya besar tidak ada dari mereka tidak ada yang memilikinya,sedang mereka memperhatikan kakek tua itu,tiba-tiba beliau berhenti dan menoleh kearah mereka,lalu menunduk ke bawah kakinya seraya menusukkan kulit pisang dengan tongkatnya,karena letaknya di tengah jalan yang mau di lalui beliau"Hai anak-anak"kata kakek tua itu"kalian jangan buang kulit pisang di sembarangan tempat,apalagi di jalan umum...nanti bisa mencelakai orang yang mau lewati jalan ini"Ucapnya tidak bermaksud menuduh tetapi karena mereka sedang di pinggir jalan tersebut.
Dan mereka pun tidak keberatan di nasehati oleh kakek tua itu,bahkan mereka mendengarkan dan memperhatikan nasehatnya,melihat mereka sangat perduli dengan nasehatnya,maka ketika kakek tua itu melihat seorang anak yang badannya kudisan,beliau pun memberi nasehat kepada anak tersebut;"kamu jangan mandi di dalam sungai yang kotor airnya lagi,nanti kudismu bisa sembuh dan tidak gatal nak?"ucap kakek tua itu.
Kemudian beliau memandang mereka semua seraya berkata pula;"Jikalau minum pun,juga harus mencari air yang jernih,supaya tidak terkena penyakit"ucapnya dengan bijak kepada mereka.Tetapi ada seorang anak laki-laki yang cerdik,yang sungguh-sungguh mendengarkan nasehatnya,lalu anak itu pun memberanikan diri memberikan pertanyaan kepada kakek tua itu "Kyai..sungai dan belik di sini airnya kotor-kotor?Apa kyai bisa memberi petunjuk di mana letak air yang jernih itu?"ucapnya serius dan menunggu jawaban dari kakek tua itu.Lantas kakek tua itu terkejut,raut muka seperti kebinggungan,beliau tidak menyangka akan di berikan pertanyaan seperti itu, lantas beliau tertawa seraya berkata;"Engkau seorang anak yang pintar sekali,hingga aku kecele...hahahaha?"ucapnya sambil tertawa sampai giginya yang putih pun terlihat.
Lalu beliau meminjam aritnya seorang potong rumput dan mengajak mereka untuk mengikutinya kearah suatu perengan (tebing),di mana ada beberapa buah batu besar yang berjejer.Lalu kakek tua itu membacok-bacok arit itu ke salah satu batu yang paling pojok,setelah batu itu hancur,seketika keluar air yang bersih dan jernih,dan mereka pun bersorak bahagia karena mendapatkan sumber air yang bersih dan jernih.
kakek tua itu pun memerhatikan tingkah mereka yang kesenangan,seraya beliau berkata;"Sumber ini ku beri nama sumael,untuk kalian semua gunakan untuk minum dan mandi".Setelah berkata demikian,lalu kakek tua itu menoleh ke arah anak lelaki cerdik yang meminta pentunjuk kepadanya,beliau melihat ada ke bahagian di raut mukanya,lalu beliau berkata kepada anak itu;"Engkau di kedepan hari bisa menjadi seorang berpangkat..nang"Sambil mengelus-ngelus kepalanya.
Melihat mereka masih terlarut dengan ke ajaiban itu dan sesudah berkata dengan anak lelaki itu,lantas kakek tua itu pun melanjutkan perjalanannya menuju kearah barat dan tidak ada yang tahu kemana sang guru besar menuju
Belakangan sumber air sumael semakin lama semakin besar,lantas namanya pun di ganti dengan sumber ngantruh hingga sekarang ini,airnya mengalir terus ke bawah bercampur kedalam KALI METRO.Dan cerita anak yang pintar itu di kemudian hari menjadi kenyataan,anak itu menjadi jaksa di cirebon (tidak di sebutkan namanya anak itu).
Kakek tua yang memberi keajaiban sumber air itu bernama KI BREWOK karena tidak ada yang mengetahui nama yang sebenarnya,lalu sesudah kejadian itu kakek tua itu tidak pernah nampak lagi,maka akhirnya terlupakan termakan oleh waktu.
 

Jumat, 21 Januari 2011

PERJALANAN SANG GURU BESAR

Dengan rahmat allah yang maha pengasih dan maha penyayang,saya mau menumpah berita sang guru besar yang fenomenal ini.
Beliau bernama Rm.Zakaria II atau lebih di kenal Mbah djugo Gn.kawi (thay lou se),banyak riwayat tentang beliau tetapi tidak terlalu menguatkan bukti,dan mungkin berita saya pun tidak bisa menguatkan bukti tetapi saya mau berbagi sedikit yang mungkin bisa jadi tambahan  riwayat yang ada.
Dari etnis tionghwa Mbah djugo di panggil THAY LOU SE (GURU BESAR PERTAMA) dan melaksanakan ritual layaknya agama konghucu,dan dari orang jawa sendiri beliau di panggil Mbah djugo,karna beliau sewaktu hidup tinggal di desa djugo-kesamben melaksanakannya ritualnya...yah seperti orang jawa kebanyakan melakukan selamatan atau tumpengan.

Cerita pertama :
1.kelahiran sang guru
2.menjadi seorang jendral
3.perjalanan ke tanah jawa
Cerita kedua :
1.nama-nama julukan sang guru
2.di jalasutra
3.penerus sang panembahan
Cerita ketiga :
1.meninggalkan arcapada
2.bangunan keindahan
3.himbauan Gn.kawi
4.makmur terpuja

CERITA PERTAMA:
1.KELAHIRAN SANG GURU BESAR :
Cerita yang terputus-putus di bawah ini adalah yang menerangkan siapakah sang guru besar ini,yang oleh orang-orang tionghoa mendapat julukkan THAY LOU SE.
kira-kira pada pertengahan abad ke:18,atau kurang lebih 200thn yang lalu, Di daerah Dong an sebelah selatan china lahir bayi laki-laki yang sehat dan di beri nama Chung phing,dan ibundanya seorang putri yang bernama Ong hwa.
masa kecil chung phing di habiskan di daerah yang sejuk dan damai,sampai chung phing mengecap pendidikan filsafat dan pengobatan dengan seorang guru TAO yang bernama THAY SIANG LOU KUN,bersama beliau chung phing banyak belajar ilmu selama 17 tahun sampai akhir baliqnya.

2.MENJADI SEORANG JENDRAL :
Kira-kira 1 tahun setelah chung phing menyelesaikan pendidikannya beliau memutuskan untuk mengabdi kepada negaranya,di sinilah awal chung phing menjadi seorang jendral besar,tetapi di dalam sanubarinya ternyata di dalam istana terlalu banyak ke curangan atau perintah yang sangat menyesatkan.
pada akhir abad 18an terjadi perintah besar-besaran pembantaian bayi perempuan tidak di perbolehkan lahir dan yang hidup pun harus di binasakan karna sang raja mendengar ramalan bahwa nanti ada seorang putri yang akan menggulingkan tahtanya,maka setiap rakyatnya yang lahir bayi perempuan harus di binasakan.
Dengan berat hati jendral chung phing harus mengikuti perintah rajanya yang lalim itu,beliau pun memutuskan meninggalkan tiongkok.

3.PERJALANAN KE TANAH JAWA :

Setelah memutuskan tuk meninggalkan tanah kelahirannya,kini beliau pun kebingungan harus pindah kemana lalu ada seorang sahabatnya tidak salah beliau bernama jendral Tian djin memberitahukan bahwa ada saudara di tanah jawa,tanpa basa basi lagi beliau langsung memutuskan berangkat ke tanah jawa.
Bersama sahabatnya dan berikut rakyat tiongkok yang lainnya beliau berangkat ke tanah jawa menggunakan perahu,kalau di lihat dari tahunnya jendral chung phing berangkat ke tanah jawa bersama CHENG HE (laksamana cheng ho) untuk menenggelamkan rakyat tiongkok yang terlalu padat penduduknya itu isi perintah raja,tetapi karena ke welas asihan laksamana cheng he tidak menenggelamkan tapi di tinggal di berbagi penjuru dunia,akhirnya banyak rakyat china dimana-mana termasuk di jawa dan sumatra.
Cerita di atas memang tidak pernah di terungkap,mudah-mudah bisa menjadi tambahan riwayat beliau,saya mohon maaf kalau masih ada kata-kata yang salah atau pun ada yang lebih tahu lagi cerita ini.

CERITA KEDUA:
NAMA NAMA JULUKKAN SANG GURU :
1.KI PELET:
Setelah perjalanannya itu,sang guru banyak mengalami trauma yang sangat mendalam karna beliau banyak melihat pembantaian dan kematian karna kelaparan,sesampainya beliau di daerah tuban beliau tidak akan pergi lagi ke tiongkok akan menetap di daerah tuban.
dari sini awal cerita jendral chung phing mendapatkan nama julukkan pertamanya,karna pertemuannya dengan putra bupati tuban yang sakit hati dengan putra bupati blora karna di hinakan,maka putra bupati itu menapahi kesaktian supaya badannya kebal atau weduk tidak mempan senjata,sesudah mendapatkan kesaktian itu ia ingin membalas dendam.
Sedang ia bertapa mesuh badan itu,tiba-tiba ia nampak seorang lelaki yang rupanya angker tapi halus gerak lakunya,entah darimana sangkan datangnya,ia hanya tahu sudah ada di hadapannya.Orang itu bertubuh tinggi daun kupingnya sangat besar ,sebagaimana yang biasa tertampak pada arca-arca batu patungnya orang-orang bangsawan di jaman kuno.
Orang itu menanya;"Anakku,engkau mencari apa bertapa menyengsarakan diri di dalam hutan?"
"Saya ingin tubuh saya kebal,tidak mempan senjata"Jawab putra bupati itu.
"apa gunanya orang weduk"Kata orang itu sambil tersenyum.Orang yang kebal,tandanya takut mati.Ia ingin tidak mempan senjata,karna ingin hidup terus,tapi dimanakah ada anak cucu turunan adam yang dapat hidup selama-lamanya?"Bisa orang menjadi kebal,bisa orang tidak dapat di kalahkan oleh manusia pantarannya,tetapi siapa yang paling unggul justru dialah yang akan paling menderita,karna dia akan menghadapi batara kalla,satu musuh maha dahsyat yang tidak dapat di singkirkan lagi.Maka guna apa manusia ingin sakti dan kebal,karna akhirnya ia akan mati juga,tidak mati di ujung senjatanya toh mati lantaran keriput dan rongsok".
"seorang satria perlu mempunyai ke gagahan dan kesaktian".Jawab putra bupati."Karna tugas menjaga keamanan,membela rakyat dan negeri".
Orang itu menjawab;"Jika maksudmu bertapa dengan maksud dengan demekian,engkau akan bahagia.Tetapi maksudmu bertapa hanya untuk membalas dendam belaka,maka upama engkau dapat kesaktian itu bukan kesaktian yang sejati".
Ketika sang putra bupati itu mendengar perkataan itu,seluruh tubuhnya lantas menggigil,ia terkejut bukan buataan,sang guru telah menduga dengan tepat segala niatnya,maka ia lalu mengjungkam di atas tanah seraya berkata;
"Eyang,saya mohon petunjuk...apa yang harus aku lakukan?"
"Pulang saja ke kota"Jawab sang guru"karna rama dan ibumu sedang berharap-harap hati cemas,lupakanlah segala permusuhanmu dengan siapa pun juga.SURADIRA JAYANINGRAT,LEBUR DENING PANGASTUTI"Setelah berkata sang guru pergi masuk ke dalam hutan yang gelap lalu sirna tidak tampak bekas-bekasnya lagi.
Putra bupati itu pulang ke kota,menuturkan segala pengalamannya kepada ayahandanya,yang lalu menitahkan orang-orang bawahannya,jikalau ada melihat orang aneh dengan tanda-tanda sebagaimana yang di tuturkan oleh putranya,supaya lekas memberi kabarnya,tetapi sudah sekian lama di cari-cari tidak kunjung menemuinya,setelah di selidiki lebih jauh,ternyata sang guru sudah pergi ke jurusan timur mengikuti sepanjang pantai lautan.
Bupati tuban mengumpulkan orang-orang tua atau orang-orang yang sering melancong dan banyak pengalaman,menanyakan barangkali ada yang mengetahui keberadaan orang aneh ini,Diantara mereka ternyata ada mengetahuinya julukkan orang aneh itu,ia berkata "MBAH PELET,seorang alim yang tidak karuan tempat tinggalnya.
2.KI BADJUL :
Pada pungkasannya jaman margalunyu,di pinggir hutan bowerno (BOJONEGORO) ada orang tua aneh,hidupnya bergelandangan masuk keluar hutan lebat seorang diri,dengan tidak menduga apa maksudnya.Kadang-kadang satu waktu ia keluar hutan,duduk di atas sebuah batu besar atau di tangkai pohon,memandangi orang-orang desa yang sedang bekerja.
Yang mengherankan,orang tua itu walaupun masuk keluar hutan yang rungkut penuh duri dan tanahnya berlumpur,namun pakaiannya tetap bersih dan tidak compang-camping seperti gembel ataupun orang gila. Kumis dan jenggotnya panjang,mukanya kemerahan lantaran terbakar matahari,daun telinganya lebar,lebih lebar dari kupingnya orang-orang biasa.
Hutan-hutan di daerah bewerno sedari dahulu kala sudah terkenal banyak macannya,tetapi sejak orang tua itu berada di hutan itu,warga desa tidak pernah melihat ataupun bertemu dengan hewan buas lagi,bekas jejak kakinya pun yang dahulu banyak dimana-mana kini tidak terlihat,maka perlahan-lahan warga berpikir,apakah orang tua aneh itu yang mempunyai pribawa,sehingga bangsa harimau ataupun macan menyingkir ke tempat lain?
Lalu belakangan ini di kampung bewerno timbul banyak penyakit,orang-orang sama menderita,gelisah dan ketakutan.Ada seorang anak kecil sakitnya sudah payah,panasnya tinggi hingga ia merintih dan menangis tiada hentinya.Dalam tangisnya anak itu mengaco,sebentar-sebentar menyebut minta obat kepada KYAI BADJUL.
"Kyai badjul?Siapakah kyai badjul?"Demikianlah orang saling menanya,karna tidak ada yang tahu Kyai badjul itu siapa.
Tapi akhirnya ada orang yang mengira bisa jadi kyai badjul itu adalah orang tua aneh itu yang sering keluar masuk hutan seorang diri,maka ibunya anak yang sakit itu,tidak berpikir lagi lansung menemui orang tua aneh yang belum tentu itu kyai badjul,tapi karna kecintaannya takut kehilangan anaknya dengan berlari-lari ibunya menemui orang tua aneh itu,ketika ketemu ia langsung menyodorkan anaknya seraya berkata:
"Kyai tolong anak saya,kyai".dengan raut muka yang penuh ketakutan kehilangan anaknya si jebeng.
Orang tua itu lalu pegang kepalanya si jebeng yang panas sperti bara api,sembari di elus-elus seraya berkata:"Waras,gus,waras....."maka detik itu juga,si jebeng langsung sadar dari pingsannya,bibirnya makin merah dan lantas sembuh sehat sebagaimana dulunya.
Kejadian ini menerbitkan kegemparan,berduyun-duyun orang minta obat,ada yang di pikul dengan bale bambu,ada juga yang di gendong.Maka orang tua sakti itu lalu memberitahukan bahwa siapa saja yang meminta obat tidak perlu si sakit di bawa-bawa menemui orang tua sakti itu,cukup bawa air sebotol atau bumbung bambu yang berisi air bersih sudah cukup,lalu air itu beri sabdanya atau doa,lalu di bawa pulang air yang sudah di doakan untuk di minumkan kepada si sakit yang rumahnya jauh.
Ada juga yang datang tanpa bawa air dari rumahnya,maka oleh orang tua sakti itu cukup di kasih daun ataupun kembang yang di petik di sekitar hutan,sampai di rumah daun atau kembang di rendam dalam air,maka airnya pun bisa menjadi obat.
Lantaran banyaknya orang yang meminta obat,maka orang tua itu yang terkenal dengan nama Kyai Badjul,tiap pagi sudah ada di luar hutan,duduk di bawah pohon rindang,menantikan orang-orang yang datang minta obat.
Jikalau matahari sudah mulai tenggelam sang guru masuk ke dalam hutan lebat,entah di mana beliau tidur,tidak ada orang yang mengetahuinya.
Penyakit yang terjangkit di benerwo dan sekitar bojonegoro perlahan mulai rendah,pageblug musna dan hawa udara mulai bersih,sehat,segar,seperti dulu lagi.
Rupanya kyai badjul merasa tugasnya sudah selesai,maka tidak lama ia pun masuk ke dalam hutan dan tidak keluar lagi,meski orang masih tetap menantinya dan mencari-cari kemana-mana tidak dapat di ketemukan rimbanya.
Orang-orang suka berpikir dan banyak yang merasa sangsi,apakah betul orang tua itu bernama kyai badjul? karna yang pertama mengucapkannya dari mulut seorang anak kecil yang sakit dan ucapannya ngaco tentu suaranya pelo atau kurang jelas terdengar.Tapi orang tua itu tidak menghiraukan,beliau di panggil apa KI BADJUL atau nama apapun,karna memang demikian perasaannya orang yang berbudi luhur.
Sejak itu tidak ada orang yang menampak lagi ki badjul di bowerno maka lambat laun kejadian itu semakin gawat dan akhirnya terlupakan sama sekali.
 (bersambung ke sesi 2)